My Blog " Dihya Berty "

My Blog " Dihya Berty "

Kamis, 01 Juli 2010

FLP Buat Cerpen Yukkkk?

Pikiran
dan Senjata Pemula

Oleh: Dessy Ariya Utami

Banyak penulis pemula yang bingung untuk memulai menulis, padahal mereka memiliki semangat yang menggebu-gebu untuk menulis. Namun ketika sudah duduk didepan komputer atau telah siap dengan pena di tangan, tiba-tiba pikiran jadi melanglang buana kemana-mana dan akhirnya kehilangan jejak alias ngeblank mau nulis apa.


Aha…pernah mengalami hal seperti itu?
Aha ...ada solusinya kok!

Yups, sekarang kamu bisa menangani masalah diatas dengan cara berikut:

Pertama-tama perhatikan pena yang akan kamu gunakan untuk menulis. Pena yang dipilih haruslah lancar. Why? karena pikiran kamu selalu lebih cepat daripada tangan kamu. Kamu tentunya ga pengen kan membuat tangan kamu lebih lambat hanya karena pena yang kamu pakai macet! Sebuah pensil, pena biasa atau spidol sudah pasti lambat. So, carilah pena tinta. Yang murah aja dan ada isi ulangnya.

Kedua, pikirkan buku tulis yang akan kamu pakai. Ini penting sekali. Ibaratnya ini adalah senjata kedua kamu, seperti palu & paku bagi tukang kayu. Kadang-kadang kita sering membeli buku tulis bersampul tebal dan mahal. Buku ini biasanya besar dan bagus, serta bergaya. Oleh sebab itu, kita terdorong untuk menuliskan sesuatu yang bagus-bagus saja (sayang boo, kertasnya alus sih n mahal...) padahal kita harus merasa boleh menulis apa saja bahkan sampah sekalipun. Maka berilah ruang luas agar kita bisa menjelajahi menulis dengan mudah. Belilah buku tulis yang biasa-biasa saja, tipis agar mudah habis sehingga kita akan segera mengganti dengan yang baru, ukurannya kecil saja agar mudah dibawa kemana-mana, kalau bisa bergambar lucu agar kalau lagi bete bisa liatin gambar itu. Atau jika kamu kreatif, potong kertas A4 atau folio bekas yang belakangnya masih bisa dipakai jadi empat bagian, trus kamu straples, jadi deh BSS (buku sangat sederhana, maksudnya). Yakin deh, kamu ga bakal sayang untuk coret-coret dan ga bakal ngerasa harus nulis yang bagus-bagus aja, karena kamu bisa nulis apa aja dikertas bekas, sekaligus kampanye lingkungan kan?

Kadang-kadang, alih-alih menulis dibuku, kamu ingin langsung menulis didepan komputer (ini sih buat yang punya komputer lho...) cobalah mengetik dengan cara memejamkan mata (dengan catatan kamu hapal letak huruf-huruf di keyboard ^_^) lakukan tanpa henti, tanpa perlu khawatir ada lonceng kecil yang berdenting seperti di mesin ketik, karena komputer akan secara otamatis mengganti baris. (pernah ngetik pake mesin ketik ga?kalau belum pernah, coba deh sekali-kali, pasti kamu akan mendengar lonceng berbunyi kalau baris sudah habis.)

Langkah selanjutnya adalah LATIHAN MENULIS BERBATAS WAKTU. Kamu harus menetapkan waktu, misal 10 menit, 20 menit atau bahkan satu jam. Terserah deh. Tapi sebaiknya jika masih pemula, mulailah dengan waktu yang kecil dulu, baru kemudian tingkatkan. Seperti halnya pelari yang berlatih berlari, awalnya jarak yang ditempuh pendek, lama kelamaan akan terus meningkat, bukan?

Setelah menentukan waktu, maka kamu harus berkomitmen seperti petunjuk berikut selama jangka waktu yang sudah kamu tentukan tersebut:
1. Gerakkan terus tanganmu. (jangan berhenti hanya untuk membaca apa yang baru kamu tulis. Karena hal itu akan membuat pikiranmu buntu dan mencoba mengambil alih atas apa yang kamu tuliskan)
2. Jangan mencoret (karena hal ini berarti mengedit sambil menulis. Walaupun kamu menulis sesuatu yang tidak kamu maksudkan atau tidak wajar menurut pikiranmu, biarkan saja)
3. Jangan pikirkan soal ejaan, tanda baca, tata bahasa saat menulis. (nanti kan ada tahap editing!)
4. Lepaskan kontrol, menulislah dengan bebas, tanpa terikat dan takut pada norma atau aturan sosial yang ada.
5. Jangan berpikir. (Jangan merasa harus menulis secara logis - pen)


Seni Mencari, Menggali
dan Mengumpulkan Ide

Oleh: Dessy Ariya Utami

Pertama-tama kita harus memahami terlebih dahulu diagram di bawah ini:

ILHAM  lintasan-lintasan pikiran yang sering muncul di benak
IDE  Ilham yang telah “dipelihara” dengan baik
Tema  ide yang telah dikemas dengan baik untuk menjadi sebuah tulisan.



Disini kita akan mempelajari bagaimana seni mencari ide, menggalinya dan mengumpulkannya, agar bisa menjadi tema yang akan kamu olah nantinya. Ide bisa ditemukan melalui:
1. Pengalaman Pribadi (termasuk riset/observasi)
Banyak karya yang dibuat berdasarkan pengalaman pribadi penulisnya, Contohnya: Tetralogi Laskar Pelangi Andrea Hirata, Pada Sebuah Kapal NH Dini, dll
Latihan:
Di kelas cerpen, peserta diminta untuk duduk melingkar (atur disebelah kiri cowok/ikhwan, disebelah kanan cewek/akhwat, atau sebaliknya). Atur suasana untuk hening, agar membantu menciptakan rasa ajaib. Siapkan sebuah wadah berisi gulungan-gulungan kertas kecil yang bertuliskan perintah yang harus diceritakan secara lisan oleh peserta. Peserta secara bergilir mengambil sebuah gulungan kertas tadi dan membaca judulnya, lalu mulai bercerita lepas, tanpa kata-kata indah, tak perlu memikirkan kalimatnya bagus atau tidak, pokoknya biarkan ia bercerita. Peserta yang lain dilarang memberi komentar atau mempermalukan peserta yang bercerita. Lanjutkan seperti cara pertama sampai peserta dilingkaran habis.
Tujuan: memperoleh berbagai ide dari pengalaman/kenangan

Note : gulungan kertas berisi perintah seperti: pengalaman paling menyedihkan yang pernah kamu alami, kenangan terlucu yang pernah kamu rasakan, dll silahkan dikembangkan oleh pemateri. Setelah itu tugaskan pada peserta untuk mencatat cerita-cerita lisan yang didengarnya tersebut sepulang dari kelas cerpen. Suatu saat akan berguna menjadi ide.
2. Pengalaman Orang Lain
Kamu mungkin pernah atau bahkan sering menjadi ladang curhat teman-temanmu, baik secara langsung maupun via sms atau telpon. Tentunya masalah yang diceritakan beraneka ragam bukan?
Latihan:
Tuliskan beberapa curhat yang pernah kamu dengar plus solusi yang pernah kamu berikan jika ada. Tuliskan masing-masing curhat ke dalam 2-3 halaman, jangan lupa beri batas waktu untuk setiap kali menuliskannya.

Tujuan:
Mengumpulkan ide, dan juga untuk melatih kamu agar bisa mengolah cerita yang pernah kamu dengar.
3. Fantasi/Khayalan/Mimpi
Kita semua pasti pernah bermimpi. Terkadang mimpi itu begitu menarik. Bisa jadi begitu berkesan, atau mungkin begitu mengerikan. Tidak jarang penulis cerita misteri yang mendapat ide dari mimpi. Oleh karena itu mimpi, fantasi, dan khayalan bisa menjadi sumber inspirasi kita dalam menulis.
Latihan:
1. 2-3 halaman, tuliskan beberapa mimpi sekaligus, yang bisa kamu ingat.
Dan jangan menyebutnya sebagai mimpi. Ingatlah, dalam mimpi segala sesuatu mungkin saja terjadi. Hal-hal aneh bisa saja terjadi dan tidak semuanya masuk akal. Jangan berhenti sampai disana, gabungkan rangkaian kata dan gambaran yang muncul menjadi sebuah cerita nyata yang mirip mimpi (ngerti kan? Bukan mimpi yang mirip cerita nyata, tapi cerita nyata yang mirip mimpi atau sebaliknya) bisakah kamu mengingat perincian beberapa mimpi tersebut? Bisa atau tidak, pokoknya tuliskan minimal dalam 2 halaman. Jika kamu mampu membuat dirimu seakan-akan berada dalam alam pikiran seperti sedang bermimpi, kamu akan bisa menciptakan aneka hubungan dan gambaran yang janggal. (cocok untuk cerita abstrak)
2. 2-3 halaman tuliskan fantasi/khayalan yang ada dalam pikiranmu. Jangan menganggap yang kamu tulis adalah khayalan ataupun fantasi. Tapi anggaplah nyata. Lakukan seperti contoh mimpi.
Tujuan: untuk menggali ide tersembunyi, abstrak dan terkadang sulit ada didunia nyata.
4. Tokoh
Dalam sehari berapa orang yang kita temui? Masing-masing mereka pastilah memiliki kisahnya sendiri. Karakter yang khas pastilah dimiliki orang-orang yang kita temui baik yang sudah kita kenal maupun belum. Keberagaman kemungkinan yang ada pada diri mereka tentu dapat menjadi gudang ide bagi kita.
Latihan:
1. Sengaja pergilah kesebuah tempat yang menyediakan tempat duduk, contoh: restoran, kantin, warung, perpustakaan, atau bahkan di kendaraan umum, dll. Amati orang-orang yang ada disana. Amati juga pelayan/petugas yang ada. Lalu tuliskan deskripsi tentang fisik mereka, cara bicara, cara berjalan, cara menatap, apa yang dibicarakan, senyumnya, dsb secara spesifik.
2. Deskripsikan wajah dan sifat kakek/nenek, ayah/ibu, adik/kakak, paman/bibi mu atau yang kamu panggil seperti itu.
3. Deskripsikan wajah dan sifat guru-gurumu, teman-temanmu atau kenalanmu

Tujuan:Untuk mendapatkan ide tokoh-tokoh ceritamu. Hal ini penting untuk mengetahui tentang apa dan bagaimana orang yang ingin kamu tulis/ ceritakan (untuk karakter dll, akan dijelaskan di bab tokoh)
5. Setting
Pernah dengar kata-kata ”Setiap tempat memiliki kisah” ? Nah, kenyataan bahwa setiap tempat memiliki kisah bisa sangat berguna bagi kita dalam rangka mencari ide. Ada kisah romantis yang lahir dari mendengar sejarah suatu tempat sepasang kekasih yang bunuh diri. Ada cerita misteri yang diangkat dari kisah sebuah rumah angker. Dengan mengidentifikasi sebuah tempat kita bisa mendapatkan ide cerita dan ide latar bagi cerita kita yang lain.
Latihan:
Tuliskan daftar tempat-tempat yang pernah kamu kunjungi, yang menjijikkan, yang membosankan, yang menakjubkan, yang nyaman, yang wah, dll. Tulis detilnya bila perlu.
Tujuan:Untuk mendapatkan ide tempat/daerah bagi cerita-ceritamu. Penting ditulis agar kita punya dokumen untuk dibuka sewaktu-waktu, karena pada dasarnya kita pelupa.
6. Cerita Rakyat/ tradisi lisan
Cerita rakyat atau tradisi lisan yang sering diceritakan nenek dan kakekmu, ayah dan ibumu, atau para orang tua lainnya, bisa dijadikan sumber ide baru, terutama untuk dongeng.
Latihan:
1. Tuliskan cerita lisan yang pernah diceritakan nenek/kakekmu atau ayah/ibumu, gunakan bahasamu sendiri dan selipkan bagaimana gaya mereka bercerita. Mulailah dengan kata: Aku teringat.....
2. Coba gabungkan satu dongeng dengan dongeng yang lain, untuk mendapatkan sebuah cerita baru


Contoh berikut dikutip dari teknik bisosiasi:



Tujuan: Agar kamu bisa membuat ide untuk dongeng yang baru. Silahkan
buat yang lain untuk memciptakan ceita versimu.
7. Dari judul cerita lain/ dari kalimat cerita lain/ dari kalimat puisi
Sebuah kalimat atau bahkan kata bisa sangat menginspirasi. Bisa jadi dengan membaca sebait puisi, atau sebaris kalimat dalam sebuah cerpen bisa timbul untuk menulis cerita lain.
Latihan:
1. Coba tuliskan beberapa judul cerita dan gubahannya, ini berfungsi untuk
menemukan ide judul.
misalnya: Badai pasti berlalu menjadi bajaj pasti berlalu
Laskar pelangi menjadi markas pelangi
2. Ambil sebuah cerpen yang kamu sukai.
Saya mengambil sebuah kalimat dari cerpen berjudul: Tambuli, perempuan yang berdiri di muka jendela (Kumpulan cerpen senja, FLP DEPOK dan DKJ)
kalimatnya berbunyi: “Perempuan itu berdiri dimuka jendela kamarnya. Menatap kegelapan diluar sana. Seperti berharap malam tak segera berlalu dan hari urung berganti pagi...
Saya coba mengubahnya menjadi:
”Perempuan itu berdiri dimuka peron KA. Menatap lorong sepi seakan berharap kepala lonjong berbadan panjang dengan bunyi berderak-derak segera muncul...
3.Ambil sebuah buku puisi, buka sembarang halaman dan tulislah cerita berawal dari kalimat tersebut, syukur jika kamu mendapatkan kata yang bagus.

Tujuan:
Dengan meniru tulisan orang lain kamu akan menemukan ide-ide baru, dan biarkan tanganmu terus bergerak untuk menulis.
8. Sejarah
Banyak cerita rekaan yang bersumber dari sejarah, misalnya: Prasasti Pasir, Anfika Noer yang di muat di Annida sebagai cerita bersambung.
Latihan:
1-2 halaman. Adakah peristiwa sejarah yang menarik bagimu?apakah kamu sering memikirkan apa yang terjadi sesungguhnya di balik sejarah tersebut? Apakah kamu menemukan seorang tokoh yang hanya disebut selintas saja atau bahkan sering disebutkan? Coba gambarkan peristiwa sejarah sebagaimana yang tampak oleh tokoh sekilas itu atau oleh tokoh yang sering disebutkan dalam sejarah.
Tujuan:Untuk mendapatkan ide bagi cerita sejarah versimu, jika kamu ingin cerita sejarah tentunya.
9. Koran
Berita kriminal dapat dijadikan ide cerita yang menarik. Misalnya: berita seorang calon bupati yang kalah dalam pemilihan, menjadi gila karena menanggung hutang 3M. Coba buat cerita dengan tema ini.
Latihan:
Catat berita-berita yang menarik menurutmu, endapkan untuk jadi referensi, sampai suatu saat kamu ingin menulis tentang ide itu.
10. Makanan yang Anda sukai
Jika kamu merasa kesulitan untuk menulis dan tak tahu akan menulis apa, maka coba tuliskan tentang makanan.
Latihan:
Ceritakan tentang berbagai makanan yang pernah kamu cicipi, hidangan yang pernah kamu buat, daftar belanja untuk membuat hidangan tersebut, makanan yang paling kamu sukai. Ceritakan dengan spesifik, dimana kamu memakannya? Bagaimana rasanya? bentuknya? dengan siapa kamu makannya? Meja?gelas-gelas, pisau, garpu? piring! dll yang bisa kamu ingat saat kamu memakan makanan tersebut.

Tujuan:Untuk menggali ide tentang makanan, yang suatu saat akan kamu butuhkan untuk memenuhi adegan-adegan cerita yang kamu buat.
11. Menyebutkan benda-benda dengan spesifik
Jangan katakan ”sebuah pohon buah yang ranum” tapi katakan jenisnya ”sebuah pohon delima yang ranum” atau jangan tuliskan ”bunga yang melambai tertiup angin” tapi cobalah lebih spesifik karena setiap benda punya nama. Bagaimana rasanya jika kita ubah menjadi ”tulip merah itu melambai ditiup angin” atau ”bogenvile tua terkulai lemas terkena terik siang” Ahaa...sebuah kalimat yang hidup, kan?
Latihan:
Kenalilah nama segala sesuatu: bunga, buah, pohon, burung-burung, mobil, motor, dll sampai pada detilnya, musimnya, kapan berbuahnya, bagaimana cara kerjanya, bentuknya, warnanya, keunikannya, dll teruslah mengasah sampai sejauh mana detil itu bisa kamu rangkum. Lalu tuliskan untuk referensi ide ceritamu, yang sewaktu-waktu bisa kamu buka jika kamu butuh. Hal ini penting karena seorang penulis bisa menjadi segalanya –sekuntum bunga, seorang arsitek, seorang guru, seorang dokter, seorang juru masak makanan jepang, petani, dsb-
12. Melalui teknik pemetaan:
Saya mencoba berlatih menggunakan teknik pemetaan pada tanggal 14 desember 2007, saat itu saya sedang tertarik dengan kata malam, karena saat itu saya membuatnya menjelang
tengah malam, lalu saya coba buat skema seperti berikut:




Teknik Pemetaan
Hasilnya:
Kisah seorang pengusaha muda yang mencintai seorang gadis cantik. Ia menyatakan cintanya dihadapan banyak orang, namun sayangnya ditolak. Karena terluka ia bermaksud membalas sakit hatinya. Ia menghadiahkan sebuah liontin bulan sabit. Dan ketika si gadis menyentuh liontin kuno itu…Bump…tiba-tiba si gadis menghilang…Bla..bla…(jadi dongeng deh..)

Latihan:
Coba buat tuliskan teknik pemetaan sebanyak-banyaknya berdasarkan pemikiranmu sendiri, dan lihat berapa ide yang bisa kamu hasilkan.
13. Metode Bisosiasi
Bisosiasi adalah cara yang paling umum digunakan dalam olah kreativitas. Bisosiasi adalah memadukan dua hal yang berbeda menjadi satu dengan menghilangkan beberapa hal yang ‘kuno’ sehingga menghasilkan sesuatu yang baru.


Latihan:
Coba buat teknik bisosiasi menurut pemikiranmu sebanyak-banyaknya. Dan lihat berapa banyak ide yang kamu hasilkan

Sudut Pandang

Oleh : Laela Awalia


Sudut pandang atau point of view di dalam cerita fiksi pada prinsipnya adalah siapa yang menceritakan cerita tersebut. Bahasa mudahnya, sudut pandang itu seperti kita melihat sesuatu peristiwa melalui mata 'seseorang'. Kejadian yang sama di mata anak-anak dan orang dewasa tentu berbeda, sehingga sudut pandang sangat berpengaruh pada bagaimana cerita itu akan diceritakan. Bagaimana nuansa, gayanya, dan bahkan makna cerita itu bisa berbeda tergantung sudut pandang mana yang dipakai.

Misalnya kita ingin membuat cerita tentang pembunuhan berantai. Pastinya ada beberapa tokoh yang telah kita punyai, yaitu, si pembunuh yang membidik korban, polisi yang bertugas menangani kasus itu dan calon korban yang mungkin diincar oleh si pembunuh. Dari sini saja, kita sudah punya minimal tiga sudut pandang yang berbeda. Tinggal kita yang memilih saja. Apakah kita akan mengikuti gaya analisis polisi, atau menyelami psikologi temperamental si pembunuh, atau bersama-sama korban harap-harap cemas menanti kejutan dari si pembunuh. Atau bisa juga kita melihat dari sudut pandang seorang reporter yang melaporkan kejadian pembunuhan itu. Setidaknya dari cerita ini saja ada 4 variasi sudut pandang yang bisa dipakai.

Kalau mau lebih nyentrik lagi, bisa saja menggunakan sudut pandang dari cermin yang ada di rumah korban, atau lebih ekstrim lagi sudut pandang lalat yang kebetulan menclok di tubuh korban. Banyak sekali kemungkinan sudut pandang yang dapat digunakan (Didik Wijaya, 2007).

Ada beberapa sudut pandang yang biasa dipakai di dalam penulisan fiksi, antara lain:
1. Sudut Pandang Orang Pertama
Di sini, narator berperan sebagai salah satu karakter. Karakter yang dipakai biasanya adalah karakter utama di cerita. Biasanya sudut pandang ini mudah dikenali, dengan 'aku' atau 'saya' sebagai karakter utama.
Contoh:
Ransel seberat sepuluh kilo kulempar ke kursi samping, sengaja di depan muka Papa, biar dia melihatnya. Kuraih serbet, memasangnya di pangkuan dan menjangkau susu. Kuhirup dalam-dalam, berbunyi seperti anak kecil yang baru belajar minum.
(Azzura Dayana dalam “Sekarang dan Selamanya”)
Latihan:
Nah, sekarang coba bayangkan suatu kejadian yang pernah kalian alami sendiri. Kejadian apa saja. Unik, menarik, sedih atau menakutkan. Lalu tuliskan dengan gayamu sendiri di atas kertas. Tak perlu banyak-banyak, satu paragraf pun ta masalah. Tentu saja menggunakan sudut pandang Orang Pertama sebagai karakternya. Ok?
2. Sudut Pandang Orang Ketiga
Sudut pandang orang ketiga dipakai bila si pencerita tidak ikut menjadi salah satu karakter fiksi tersebut. Namun, si pencerita tersebut mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh karakter-karakter tersebut. Mungkin bisa dianalogikan sebagai reporter di cerita pembunuhan di atas.

Sudut pandang orang ketiga bisa dibedakan lagi menjadi Omniscient atau Limited. Kalau di Omniscient Point of View, orang ketiga tersebut mengetahui semuanya tentang seluruh karakter cerita, baik perasaannya atau pikirannya. Sedangkan yang Limited, orang ketiga itu hanya mengetahui tentang beberapa karakter saja.

Contoh sudut pandang omniscient:

Haji Bako tak kunjung merasa puas menebus dosa. Sungguh. Amat sangat menyesal kenapa dulu ia begitu lancang menghujat Gusti. Menantang Tuhan; nranyak tak tahu diri. Bukankah hidup tak lebih hanya ujian untuk menuju keabadian akhirat? ...
..... Abah Haji Rofik itu. Adalah seorang guru. Adalah ajengan, kiai yang dihormati sebagai penunggu masjid, menjadi imam. Dan shalat tepat pada waktunya. Meminta sumbangan tepat pada waktunya. Amat fasih.
(Joni Ariadinata dalam “Pencuri Malaikat”)

Contoh sudut pandang Limited:

Dengan hati dongkol, terpaksa satpam itu membiarkan lelaki tersebut berlalu dengan sepeda bututnya. Pada hari kelima satpam itu sudah bertekad bulat untuk menolak kehadiran lelaki bersepeda butut. Ketika tepat pukul setengah enam lelaki tersebut tiba, satpam itu kembali menghadangnya. Dia berdiri dengan sikap sempurna, dadanya dibusungkan, sedangkan kedua tangannya mengepal. (Irwan Kelana dalam “Lelaki Bersepeda Butut”)

Dari kedua contoh tersebut, mungkin sekilas tak ada bedanya. Tapi, bila dicermati lebih dalam, akan ada sedikit perbedaan. Contoh yang pertama menggunakan sudut pandang Omniscient, terlihat bahwa si penulis mengetahui keseluruhan sifat tokoh-tokohnya. Ini ditunjukkan pada kedua paragrafnya, dimana paragraf pertama ia menjelaskan tentang Haji Bako. Pada paragraf berikutnya ia menjelaskan tentang Abah Haji Rofik.

Sedangkan pada contoh kedua yang menggunakan sudut pandang Limited, terlihat bahwa si penulis hanya mendalami tokoh si Satpam saja. Untuk mudahnya, pada contoh yang kedua ini si penulis ‘berpihak’ hanya pada si Satpam, tidak pada Lelaki Bersepeda Butut.
Latihan:
Yuk kita coba tuliskan suatu cerita (singkat saja, tak lebih dari dua paragraf) pakai dua jenis sudut pandang orang ketiga ini. Cerita berkisah tentang seorang profesor yang berambisi untuk membuat antibodi untuk mengobati kanker di suatu daerah terserang kanker baru yang sangat ganas dan tidak diketahui penyebabnya. Tetapi karena profesor terlalu berambisi, maka antibodi yang dihasilkan tidak mampu melawan sel kanker yang baru tsb.
3. Sudut Pandang Orang Kedua
Biasanya, sudut pandang orang kedua ini dipakai oleh penulis yang sudah terbiasa menulis dan ‘ahli’. Seperti namanya, tokoh yang bermain dalam cerita ini menggunakan ‘kamu’ atau ‘kau’. Bagi penulis pemula, sudut pandang ini memang jarang digunakan karena dibutuhkan penguasaan yang lebih dari jenis sudut pandang lainnya yang telah dipaparkan di atas. Dan sudut pandang ini memang unik.
Contoh:
Tak kau lupa siang yang cerah tapi kelabu itu. Saat surat tugas kau tunggu akhirnya tiba, tapi membawa kabar yang mengganggu. Mengubur senyum bahagia ibu menjadi khawatir tak berujung. Kau, si bungsu dan anak laki-laki satu-satunya, akan pergi jauh untuk pertama kali.
(Anindita Siswanto dalam “Ranting Cahaya”)
Latihan:
Sekarang kita akan coba buat sebuah cerita dengan menggunakan sudut pandang orang kedua ini. Ambil cerita tentang seorang janda beranak satu. Wanita itu bekerja sebagai pengumpul bunga kamboja karena itulah yang ia bisa. Ia senang melakukakn ini karena ia bisa sekaligus mengunjungi makam suaminya.
Suatu hari, anak tunggalnya sakit keras. Ia butuh uang untuk berobat. Ia terus mengumpulkan kamboja yang nantinya bisa dijual dan menghasilkan banyak uang. Tetapi, setelah kamboja terkumpul, anaknya tak terselamatkan. Ia meninggal. Hingga wanita itu sangat depresi.
Ia tetap menjadi pengumpul kamboja tetapi tak dijual. Ia mengumpulkan kamboja segar yang baru jatuh dari pohonnya lalu menciuminya. Selalu seperti itu. Dari subuh hingga senja...
4. Sudut Pandang Campuran
Kata seorang teman saya, kalau ingin menggunakan jenis sudut pandang ini dibutuhkan keahlian khusus. Apa sebab? Karena dalam sudut pandang ini, penulis dituntut untuk bisa menguasai tokoh satu per satu yang akan hidup dalam cerita. Biasanya sang tokoh menggunakan ‘aku’ tetapi tidak seperti sudut pandang orang pertama, ‘aku’ disini bermain peran lebih dari satu. Bisa saja pada paragraf pertama, ‘aku’ bermain peran sebagai ibu, tetapi pada paragraf kedua ‘aku’ berperan sebagai ayah dst.

Contoh:
Adakah yang masih peduli pada kami? Bayi-bayi tanpa nama yang belum pernah beranjak dewasa namun harus bisa bertahan hidup. Bayi-bayi yang belum pernah mengerti bahasa namun harus berjuang dengan hanya mengandalkan suara-suara kami yang entah terdengar entah tidak. Adakah yang masih peduli pada kami?
ooo
Aku mungkin bisa mengerti kini, bagaimana Tuhan mengabulkan doaku dan doa suamiku selama bertahun-tahun. Akhirnya kami bisa memilikimu, Nak. Seorang bayi mungil yang kami idamkan sejak lama. Seorang bayi cantik yang akan mengisi rumah kami dengan tawa dan tangismu.

(Laela Awalia dalam “Bayi-Bayi Tanpa Nama”)

Bisa juga karakter yang dipakai menggunakan ‘dia’ tetapi tetap berbeda dengan sudut pandang orang ketiga. ‘Dia’ disini menceritakan tokohnya sendiri-sendiri.
Contoh:
Tokoh#1: seorang lelaki gemuk awal tiga puluhan yang duduk di meja nomor 32 dekat jendela besar cafe.
Lelaki itu mengenakan kemeja putih dan berkaca mata. Necis, khas kaum kelas menengah kota besar. Gelisah ia. Berulang kali ia melirik arloji perak yang melingkari pergelangan kirinya...

Tokoh#4: seorang pelayan cafe yang tengah membereskan sebuah meja yang baru saja ditinggalkan pengunjung.
“Meja 32!” seru seorang karyawan cafe bertopi koki dari dalam dapur berasap sambil menunjuk sebuah piring dan cangkir pesanan di dekatnya. Pelayan itu tak menjawab. Ia hanya meletakkan piring serta gelas kotor yang dibawanya...

(Doan Syahreza dalam “Satu Malam Dalam Catatan Lima Hati”)

Jadi manakah yang harus dipilih? Tidak ada jawaban untuk pertanyaan ini. Semua sudut pandang bisa menghasilkan cerita yang hebat, tergantung kita sebagai penulis untuk mengolahnya. Sedikit catatan, misalnya, ‘aku-an’ lebih bisa mengungkapkan dialog hati sang tokoh, lebih bisa mengungkapkan emosi-emosinya tanpa ada batasan. Tetapi yang perlu diperhatikan bila menggunakan sudut pandang ‘aku-an’ ini adalah bagaimana tokoh memperkenalkan tokoh-tokoh lainnya. Sedangkan pada sudut pandang ‘dia-an’ penulis bisa lebih leluasa memperkenalkan tokoh-tokoh lainnya pada pembaca.


Jadi, kita bisa bermain-main dengan gaya cerita, nuansa cerita hanya dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda. Cobalah mengeksplorasi cerita dengan mencoba sudut pandang yang lain, mungkin akan menghasilkan cerita yang lebih baik lagi.
Latihan:
Coba yuk kita membuat cerita menggunakan sudut pandang jenis ini. Untuk lebih mudahnya, coba pikirkan lagi suatu kejadian dimana kita menyaksikannya bersama orang lain. Cona ceritakan bagaimana pendapatmu tentang kejadian itu, kemudian coba tebak-tebaklah bagaimana perasaan orang lain tentang kejadian itu juga.
Teknik Penokohan

Oleh : Angga Adhitya


Pengantar
Penokohan berkaitan dengan bagaimana sifat-sifat tokoh digambarkan dalam cerita oleh pengarang. Tokoh-tokoh banyak sekali dalam kehidupan kita. Kita bisa mengambilnya satu saja untuk tokoh utama cerita kita. Lantaran cerpen bentuknya pendek saja kita tidak mungkin memasang tokoh yang kelewat banyak. Cukup satu tokoh utama-jika perlu tambahkan satu-dua tokoh pendukung.

Dalam cerita realis kita harus mewaspadai tokoh-tokoh yang cenderung tipologis. Misalnya, pengemis selalu digambarkan dengan pakaian compang-camping, korengan (palsu), pakai tongkat, dan kaleng. Penampilannya selalu menderita dan memancing belas kasihan. Memasang tokoh model begini sebagai tokoh cerita kita boleh-boleh saja. Tetapi kita bisa terjebak dalam klise dan tidak bisa keluar dari kejamakan. Buat apa membaca cerita kalau tokohnya sama persis dengan apa yang kerap kita temukan dalam kehidupan kita. Di mana nilai lebih sastra jika begitu?

Cerita-cerita realis memang selalu dihinggapi hujatan seperti itu. Si penulis harus bisa bersiasat dengan menampilkan tokoh orang kebanyakan dengan penggambaran yang meyakinkan, jika perlu nyentrik atau punya kebiasaan pribadi yang tidak dimiliki orang lain di dunia nyata.

Tokoh tidak boleh sekadar konsep, ia harus berdarah-daging, punya pikiran dan perasaan, nafsu dan cinta. Dengan kata lain, tokoh yang hidup dengan segala kesemestaan dan keterbatasannya. Dengan begitu, ia bisa saja unik dan karenanya membetot perhatian kita. Tokoh yang segera mengcengkam kita dalam keterpanaan.
I. Menciptakan Tokoh Fiksi
Tokoh cerita adalah salah satu elemen penting dalam penulisan fiksi. Tokohlah yang menggerakkan cerita dan membawa pembaca dalam dunianya. Tokoh cerita bisa melenakan, menghanyutkan. Pembaca bisa benci, marah, kagum sampai jatuh cinta dengan si tokoh, usai membaca cerita. Tokoh fiktif juga bisa mempengaruhi pola pikir dan sudut pandang pembaca sampai membuat pembaca meniru perbuatan si tokoh fiktif tersebut.

Untuk menuliskan sosok tokoh fiksi dengan karakter yang kuat tidaklah mudah. Sebagai orang yang melahirkan tokoh tersebut, penulis harus benar-benar memahami konsep tokoh ciptaannya secara utuh. Hal tersebut sangat menentukan keberhasilan penulis dalam menggambarkan tokoh ciptaannya dalam cerita secara rigid dan konsisten. Mengingat ini tidaklah mudah maka diperlukan banyak latihan. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menciptakan tokoh berkarakter kuat. Metode tersebut adalah :

1. Metode Ideal

Kita dapat menggunakan buku psikologi, bagan astrologi, mitos, kitab suci, atau berimajinasi, untuk meciptakan seorang tokoh fiktif. Kita berusaha mewujudkan seorang tokoh ideal berdasarkan referensi, bukan dari pengamatan atau pengalaman diri sendiri.

Contohnya begini, anggaplah kita pernah membaca artikel psikologi di majalah tentang dampak psikologis perceraian pada anak praremaja dan remaja. Dampak tersebut berupa: merasa diabaikan orang tua, menarik diri dari pergaulan, kehilangan minat belajar, berlaku agresif, bahkan melakukan kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal, seperti mencuri. Berdasarkan referensi ini, maka kita membuat karakter seorang Toni, remaja berusia 15 tahun yang hobi mengutil di supermarket ternama. Makin canggih pengamanan supermarket tersebut, Toni makin tertantang untuk mencuri di sana. Referensi kita pakai sebagai pijakan, sedang kronologis dan alur cerita selanjutnya kita kembangkankan dengan imajinasi. Terciptalah tokoh Toni, pengutil licin yang selalu berhasil mengutil produk kosmetika kelas satu.

Kita berusaha meyakinkan pembaca bahwa sosok Toni benar-benar ada. Latar belakang Toni melakukan aksipun sangat masuk akal. Di sinilah ketajaman analisa dan kekayaan referensi penulis tentang sudut-sudut pertokoan akan teruji. Bagi mereka yang sering jalan-jalan ke pusat pertokoan, sadar atau tidak sadar, hal tersebut akan sangat membantunya dalam menggambarkan aksi Toni.
Latihan:
Carilah referensi yang dapat memberikan informasi tentang parameter-parameter yang dapat diimplemantasikan pada seorang tokoh. Misalkan buku psikologi (seperti contoh kasus di atas) atau referensi tentang penyakit tertentu. Dari informasi yang didapat ciptakanlah tokoh fiksi dengan berbagai variabel yang anda kehendaki.
2. Metode Autobiografi
Kita adalah seseorang yang mempunyai begitu banyak kepribadian. Sadarkah anda akan hal itu? Kita adalah penganut ajaran agama yang taat sekaligus pendosa. Kita adalah dermawan sekaligus si kikir. Kita adalah si murah senyum sekaligus si pemurung. Dua hal yang bertentangan ada dalam diri kita. Namun norma agama, lingkungan, dan pola asuh menjadikan hanya satu sifat saja yang mendominasi perilaku kita.

Dengan dua sifat yang bertentangan inilah, kita bisa membuat karakter tokoh fiksi. Pengalaman-pengalaman dimasa lalu adalah referensinya. Kita berusaha menggambarkan diri kita sendiri dalam tokoh rekaan. Bagaimana si tokoh berjalan, berlari, makan, minum, berpakaian dan lain sebagainya sebenarnya adalah kita sendiri yang menjelma dalam bentuk lain.

Setiap satu orang bisa menjelma menjadi beratus-ratus sosok. Seorang pengarang harus dapat memberikan nama, jati diri, dan kepribadian berbeda untuk setiap sosok tersebut, sekaligus membuatnya terlihat nyata, benar-benar ada. Dan sosok tersebut akan berinteraksi satu sama lainnya dalam dunia yang kita ciptakan sendiri.
Latihan:
Bercerminlah. Pandangi diri anda sendiri. Bebaskan pikiran anda dari berbagai batasan. Jujurlah, lalu selami sisi-sisi diri anda yang paling dalam, paling gelap, paling tak terlihat oleh orang lain, namun anda miliki. Lahirkan tokoh paling jahat yang mungkin bersembunyi dalam diri anda. Deskripsikan dengan lengkap segala hal yang menunjukkan sifat-sifat gelap tersebut, bentuk, penyebab, dan cara mendapatkannya, dan bagaimana ia bisa begitu kejam melukai orang/makhluk lain.
3. Metode Biografi

Dalam metode biografi, kita menggunakan sosok orang lain dalam penciptaan tokoh. Setiap hari kita berinteraksi dengan banyak orang. Baik itu keluarga, teman-teman, tetangga ataupun orang-orang yang selintas lalu kita temukan di ruang publik. Setiap orang pasti memiliki ciri fisik dan tingkah laku berbeda satu sama lain. Jika setiap hari kita bertemu dengan 10 orang yang berbeda, maka kita bisa menuliskan 10 tokoh yang berbeda pula

Dengan metode ini kita berusaha meniru sifat beberapa orang untuk karakter fiksi kita. Bisa dimulai dari orang-orang yang terdekat –ibu, ayah, adik, kakak,- sampai orang-orang yang selintas kita lihat di tempat-tempat umum. Dengan memadukan beberapa sifat dalam satu tubuh, akan tercipta sosok baru yang unik, juga menarik. Untuk itu, kita harus peka sekitar, bergaul dengan berbagai golongan masyarakat. Tidak hanya bergaul dengan kaum jetset, tapi juga sampai ke pelosok timbunan sampah.
Latihan:
Siapakah orang terunik yang anda kenal? Jadikan ia sebagai model tokoh. Anda dapat menambahkan beberapa variabel (sifat dll) kepada tokoh tersebut atau melakukan penyesuaian lainnya. Sebisa mungkin lahirkan tokoh yang unik dan tak terlupakan.
4. Metode Campuran
Kebanyakan pengarang menggabungkan metode ideal dan metode biografi untuk membuat tokoh fiksi. Dengan metode ideal kita mempunyai sandaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan metode biografi, kita melihat, merasakan, mendengar, membaui, dan berinteraksi langsung dengan sosok yang disebutkan oleh referensi. Kita mempunyai keterbatasan untuk mengenal orang lebih dalam. Dengan sumber terpercaya, kita bisa menduga-duga kenapa si A pemarah, kenapa si B begitu murah senyum, dan kenapa si C selalu riang.

Dengan metode ini kita bisa saja membuat sifat-sifat tokoh berlawanan dengan sosok yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Jika ini yang terjadi dukunglah si tokoh agar ia bisa terus mempertahan kan sifatnya. Buatlah pembaca menjadi percaya bahwa tokoh yang kita ciptakan bisa saja ada. Dengan begitu kita bisa mematahkan tokoh stereotipe (klise) ; si gendut yang riang dan suka makan, profesor linglung, dan si kutu buku yang berkaca mata tebal. Kenapa tidak dibuat si kutu buku yang hobi dandan, atau si kurus yang hobi makan.
Satu hal yang paling penting dalam penciptaan tokoh, pengarang harus tahu segalanya tentang si tokoh. pengarang adalah orang yang paling tahu luar dalam tokoh. Maka dari itulah disarankan untuk membuat biodata imajinatif tokoh. Mulailah menyusun pertanyaan tentang si tokoh: Nama? Umur? Tempat tanggal lahir? Alamat? Pekerjaan? Ciri-ciri fisik? Pakaian? Kekuatan? Kelemahan? Obsesi? Ambisi? Kebiasaan kerja? Hobi? Penyakit? Keluarga? Orang tua? Anak? Saudara kandung? Teman-teman? Binatang peliharaan? Politik? Hal yang mengesalkan dirinya? Obat-obatan yang biasa diminum? pengalaman favorit? Buku, film, musik favorit? Hasrat? Rasa takut? Pengalaman yang menimbulkan trauma? Pengalaman yang paling menyenangkan? Perjuangan masa lalu dan sekarang? Jawablah satu persatu dan tambahkan lagi jika dirasa masih kurang.

Jika kita sudah menjawab semua pertanyaan di atas, akan muncul seorang tokoh baru yang siap kita hidupkan dalam dunia imajinasi kita. Meskipun kita tidak punya cerita saat membuat tokoh tersebut, setelah menuliskan semua, satu cerita tentang si tokoh akan muncul dengan sendirinya. Bukankah segala sesuatu yang menjadi identitas si tokoh ada sebab akibatnya. Dari sana akan muncul konflik. Dari konflik hadirlah sebuah cerita yang bisa kita selesaikan.

Setelah kita tahu cukup banyak tentang si tokoh, cobalah hadirkan ia secara nyata. Gambarkan ia dalam kehidupan nyata. Bisa jadi tokoh fiktif tersebut adalah sosok yang selama ini kita impikan. Tokoh yang kuat meskipun fiktif bisa dikenang sepanjang masa oleh para pembacanya.

Latihan
Dalam satu halaman. Sintesa/rancang seorang tokoh fiksi dengan menentukan beberapa paramater dan sedikit paragraf yang mendeskripsikan tokoh tersebut. Buatlah pembaca melihatnya, mendengarnya.
Paramater
Nama O Umur O Tempat tanggal lahir O Alamat O Pekerjaan O Ciri-ciri fisik O Pakaian O Kekuatan O Kelemahan O Obsesi O Ambisi O Kebiasaan kerja O Hobi O Penyakit O Keluarga O Orang tua O Anak O Saudara kandung O Teman-teman O Binatang peliharaan O Politik O Hal yang mengesalkan dirinya O Obat-obatan yang biasa diminum O pengalaman favorit O Buku, film, musik favorit O Hasrat O Rasa takut O Pengalaman yang menimbulkan trauma O Pengalaman yang paling menyenangkan O Perjuangan masa lalu dan sekarang O
II. Menghadirkan Sosok Secara Lebih Wujud
Sebelumnya kita telah mencipta atau mensintesa tokoh-tokoh yang akan mengisi cerita kita. Teknik selanjutnya yang harus kita pelajari adalah bagaimana menggambarkan tokoh-tokoh tersebut dengan baik. Dalam menggambarkan tokoh-tokoh dalam suatu cerita, secara umum setidaknya terdapat dua metode, yaitu metode analitik/uraian dan dramatik.
a. Metode Analitik/Uraian
Metode analitik yaitu pengarang secara langsung memaparkan watak tokoh dengan jalan menyebutkan sifat-sifatnya. Misalnya: keras hati, keras kepala, tinggi hati, rendah hati, pengiba, bengis, pemalu, sombong, penipu.
Contoh:
Sejak bos baru berkuasa di kantor itu, suasana jadi semrawut. Bagaimana tidak? Sebagai direktur pekerjaannya hanya mencari-cari kesalahan bawahan. Menurut istilah orang Jawa, dia itu kikrik sekali.

Dalam kutipan cerpen tersebut tokoh bos sifat-sifatnya digambarkan secara langsung oleh pengarang yaitu seorang bos yang hanya suka mencari-cari kesalahan bawahan.
Cara ini terkesan sederhana dan ekonomis, namun kelemahannya, pembaca tidak dibiarkan menidentifikasi masing-masing tokoh secara mandiri dan merdeka. Pembaca tak ubahnya membaca data diri semua tokoh dalam cerita pada lembarana formulir isian. Cara ini dianggap tidak alami, tidak memerdekakan pembaca, malah cenderung membodohi.
Latihan:
Pada sesi sebelumnya kita telah mensintesa seorang tokoh. Sekarang saatnya untuk memainkan tokoh tersebut. Dalam satu halaman gunakan berbagai metode uraian untuk menghadirkan sosok tersebut dalam cerita.

b. Metode Dramatik
Metode dramatik yaitu penggambaran watak tokoh yang tidak diceritakan secara langsung oleh pengarangnya, tetapi disampaikan secara perlahan bersama mengalirnya cerita.

1) Pilihan nama

Contoh:
Mulai kemarin Krowot tidak lagi manggung. Gemerlap lampu pentas dan tepuk tangan penonton ketoprak keliling itu harus ditinggalkannya. Perceraiannya dengan jagad panggung, sungguh menyakitkan hati Krowot.

Melalui pilihan nama Krowot dapat diketahui bahwa tokoh tersebut adalah orang yang berasal dari lingkungan sederhana, bukan berasal dari lingkungan berada apalagi ningrat.

2) Penggambaran fisik (misalnya cara berpakaian, postur tubuh, dan sebagainya).

Contoh:
Saat itu muncul pelayan membawa teh. Saat pelayan menyajikan teh, aku mencuri kesempatan melirik nenek. Kalau ibu cenderung gemuk, dengan jari pendek-gemuk dan leher besar, nenek sudah tua dan peyot. Paling tidak dia setua ayahku, tetapi kelihatannya di memusatkan seluruh waktunya untuk menjadi mengerikan. Rambut putihnya mengingatkanku pada benang sutra ruwet, karena dari antaranya aku bisa melihat kulit kepalanya. Bahkan kulit kepalanyapun mengerikan, karena adanya bercak-bercak merah dan coklat yang muncul karena usia tua. Dia sebetulnya tidak cemberut, tetapi dalam keadaan biasapun bibirnya cemberut.(Memoirs of Geisha, arthur golden, hal 49)

3) Penggambaran melalui cakapan (baik dialog maupun monolog).
Contoh:
"Tapi, saya lama-lama juga rikuh menumpang hidup terus-menerus di sini, bersama anak istri lagi," ujar Krowot.
"O ... soal itu tak usah dipikirkan. Saya ikhlas kok," Lukas Pak Karta. ”Sudah, kalau sampeyan mau istirahat. Sudah malam," tambahnya seraya ngeloyor pergi.

Melalui dialog antara Krowot dan Pak Karta diperoleh gambaran bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Krowot adalah orang yang sederhana. Bahkan, ia dan keluarganya masih hidup menumpang di rumah orang lain. Biarpun begitu, Krowot tetap mempunyai rasa tidak enak dengan Pak Karta. Pak Karta adalah orang yang baik hati, suka menolong tanpa pamrih.

4) Reaksi tokoh dan tokoh lain
Reaksi tokoh yang kita ciptakan terhadap suatu kejadian atau perilaku tokoh lain merupakan sarana efektif untuk menunjukkan siapa Si Tokoh sebenarnya. Demikian pula reaksi tokoh lain terhadap kehadiran atau perilaku dan perbuatan Si Tokoh.
Latihan:
Pada sesi sebelumnya kita telah mensintesa seorang tokoh. Sekarang saatnya untuk memainkan tokoh tersebut. Dalam satu halaman gunakan berbagai metode dramatik untuk menghadirkan sosok tersebut dalam cerita.

Pada dasarnya banyak hal lain yang dapat kita gunakan sebagai sarana penggambaran tokoh secara dramatik. Misalnya, tingkah laku, pikiran dan perasaan, kebiasaan-kebiasaan dan lain sebagainya. Kreativitas dan kejelian adalah senjata yang harus senantiasa kita asah.
Agar Semakin Kuat dan Mudah Diingat (Additional Tips)

Paling tidak ada tiga prinsip yang dapat digunakan untuk membuat tokoh semakin kuat dan mudah diingat, yaitu:

a. Prinsip Pengulangan
Gambaran yang ditangkap oleh pembaca secara berulang akan membuat karakter tokoh semakin kuat dan mudah diingat. Misalkan kebiasaan/perilaku tokoh yang digambarkan secara berulang diberbagai kesempatan. Reaksi tokoh yang selalu sama terhadap hal tertentu dibagian awal, tengah, dan akhir cerita.

b. Prinsip Pengumpulan
Berbagai informasi tentang tokoh dikumpulkan sepanjang cerita. Bak kepingan puzzel yang tercecer, berbagai informasi tersebut pada akhirnya mengkonstruksi karakter tokoh secara utuh.

c. Prinsip Persamaan dan Pertentangan
Hal ini juga membantu menggambarkan jati diri tokoh dalam cerita. Seseorang yang memiliki kemiripan karakter dengan tokoh akan lebih mudah meningat tokoh tersebut. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang memiliki pertentangan karakter akan mengingat si tokoh sebagai sesuatu yang sangat kontras.


Latar:
Sebuah Kisah Diceritakan

Oleh : Angga Adhitya


Dalam arti luas latar (setting) meliputi aspek ruang, aspek waktu, aspek suasana, dan aspek sosial saat berlangsungnya cerita. Ruang dan waktu sangat mempengaruhi cerita dan tokoh-tokoh di dalamnya. Pastilah tidak mungkin seorang tokoh di zaman Kompeni berbicara, "Sumpe lo!". Ungkapan seperti itu baru muncul di Jakarta pada beberapa tahun terakhir. Ini namanya anakronisme. Tokoh yang tinggal di kampung jangan coba-coba bicara dalam bahasa Indonesia baku. Bisa saja sebenarnya, dengan maksud mengolok-olok orang-orang kampung yang sok kota atau sok modern.
Latar juga menyangkut detail. Ini sangat penting untuk cerita yang mengandung nuansa sejarah. Seperti yang belakangan ini menjadi trend dalam novel-novel berbahasa Indonesia. Pramoedya sudah memulainya dengan kembali ke masa Jawa di abad ke10-13 Masehi. Bayangkan, bagaimana kita bisa menulis kawasan Teluk Betung di masa abad ke-17. Bangunan apa saja yang ada di situ, bagaimana orang-orangnya, pakaiannya apa saja, bahasa apa yang mereka pakai, dagangan apa saja yang dijual, pelaut dari mana saja yang datang ke situ, dan seterusnya. Itu bisa diatasi dengan riset sejarah. Memang sulit tetapi untuk mendapat gambaran sebuah tempat di masa yang sudah lewat atau di hari ini, riset akan sangat membantu sekali. Tidak sempurna, tetapi bisa mendekati kebenaran.
Berikut sedikit bahasan tentang latar berdasarkan aspek dominan yang ditampilkan.
a. Aspek ruang merupakan gambaran tempat atau lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita.
Contoh:
Di arah barat, stasiun kecil dan tua sepi sendiri. Sementara agak di bawahnya, sebuah bangunan bata menjadi saksi sejarah kota. Bangunan kecil strategis yang lebih tepat dimanfaatkan untuk pos keamanan atau pos kesehatan itu, sangat tak terurus. Lisplang dan eternitnya ambrol di beberapa bagian. Temboknya penuh coretan tangan-¬tangan tak bertanggung jawab.

Kutipan cerpen tersebut merupakan gambaran lokasi dalam cerita. Lokasi tersebut di sebuah bangunan kecil yang terletak di sebuah stasiun kecil. Bangunan itu tampak tak terurus dan temboknya penuh coretan.

Latihan:
Gambarkanlah latar dengan aspek ruang. Semaksimal mungkin buat semuanya realistis/nyata. Buatlah pembaca dapat mengindera secara utuh latar ruang yang anda buat.

b. Aspek waktu, meliputi waktu cerita dan waktu penceritaan.
Contoh:
Sore itu masih sama. Selalu sama. Sudah tepat setahun Manda menanti ayahnya yang tak kunjung pulang. Setiap sore seperti ini Manda selalu menunggu di tepi pelabuhan. Memandangi tangga kapal yang bersandar. Kalau-kalau, salah satu dari penumpang yang turun adalah ayahnya.

Latihan:
Gambarkanlah latar dengan aspek waktu. Sejauh mungkin hindari klise. Misal untuk menunjukkan pagi hari, Perlahan matahari mulai naik dari sisi timur. Cahayanya yang hangat perlahan masuk ke kamarku melalui jandela. Kehangatannya... Gunakanlah cara/gambaran lain untuk menggambarkan tiap waktu. Carilah penanda dan fenomena yang berbeda.

c. Aspek suasana, adalah suasana sekliling saat terjadinya peristiwa yang menjadi pengiring atau latar belakang kejadian penting, artinya dalam menentukan setting cerita aspek ini dapat digali melalui di mana dan kapan cerita itu berlangsung.
Contoh:
Sementara mereka berdua belum menemukan kata sepakat, hari telah semakin temaram, udara sore merayap perlahan, membuat suasana kota dan jalanan berubah sejuk dan damai. Hanya terdengar angin yang bertiup sesekali.

Melalui kutipan di atas, dapat diketahui bahwa suasana dalam cerpen menggambarkan suatu sore yang tenang, cahaya matahari yang semakin berkurang, pertanda malam segera menjelang.

Latihan:
Gambarkanlah latar dengan aspek suasana (gegap gempita pesta, kelam seram rumah tua, dll). Sedapat mungkin seret pembaca dalam suasana tersebut. Buat pembaca merasakan dan menjalaninya.

d. Aspek sosial, berkaitan dengan kondisi tokoh dan masyarakat yang diceritakan dalam cerita. Aspek ini mencakup unsur kemanusiaan, adat-istiadat, keyakinan, budaya, politik bahasa dan lainnya.
Contoh:
Di lapangan itu neraka jahanam didandani. Di lapangan itu sebentar lagi ulama-ulama tahkim kota akan menjatuhkan palu takdir kematian yang barangkali paling mengerikan jika dilihat dari sudut pandang perempuan jalang itu. Sudut pandang korban yang teraniaya karena ketakberdayaan membela diri atau berdebat tentang mana yang benar mana yang salah mana yang boleh mana yang tidak. Sebuah upacara kafarat. Semacam denda yang harus dibayar karena melanggar aturan Tuhan. Dan denda itu adalah darah yang berujung pada kematian. Rajam.

Latihan:
Cobalah daftar beberapa aspek sosial yang khas pada suatu kelompok masyarakat (daerah). Anda dapat mengambil tanah kelahiran, tempat anda tinggal atau daerah manapun sebagai model. Lalu gambarkanlah latar dengan aspek sosial yang telah anda daftar, dua atau tiga pargraf.

Akhir-akhir ini latar telah dikalahkan oleh tokoh dan peristiwa. Kecendrungan ini ada hubungannya dengan keadaan tempat tinggal kita yang menyebabkan kita malas menjadi pejalan kaki. Pengarang-pengarang besar pada masa lalu adalah orang yang sering berjalan-jalan. Hampir setiap hari Honore de Balzac menghabiskan waktu berjam-jam menyusuri jalanan di Paris; Charles Dickens, jalanan di London; Fyodor Dostoyevski, jalanan di St. Petersburg. Kota-kota itu bersuara bagi mereka, bercerita.

Ada pendapat umum yang menentang pemaparan secara rinci sebuah latar karena hal itu bisa menimbulkan kebosanan. Padahal, kurangnya gambaran yang jelas tentang latar bisa pula menjerumuskan pembaca pada kebosanan. Tanpa sensasi yang kuat tentang sebuah tempat, sangat sulit mendapatkan ketegangan dan keasyikan—yang bergantung pada kemampuan untuk menempatkan pembaca di tempat ketegangan terjadi. Apa menariknya sebuah cerita pendakian tanpa penggambaran latar pegunungan yang rinci? Jika penggambaran sebuah lokasi dirasa terlalu bertele-tele, masalahnya bukan terletak pada latar, tapi pada cara mengungkapkan latar yang terlalu lamban. Buatlah penggambaran tersebut lebih cepat dan dinamis, tampilkan suasana latar yang berhubungan dengan tokoh dan peristiwa. Jadi, saat Anda menulis, meskipun Anda telah memiliki gambaran yang lengkap tentang latar cerita Anda, janganlah menggambarkan semuanya di awal cerita sekaligus, sebelum Anda memperkenalkan para tokoh. Dan saat Anda menunjukkan latarnya, cobalah untuk selektif, dengan hanya memberikan beberapa petunjuk yang menggambarkan sebuah tempat.

Penulis seringkali bergantung pada ide ketika ingin memulai sebuah tulisan. Padahal, latar yang kuat cukup bagi Anda untuk memulai cerita Anda. Dalam buku Berguru kepada Sastrawan Dunia, Josip Novakovic mengungkapkan sebuah rumus: Latar = Tokoh = Plot. Dari sebuah tempat kita akan mendapatkan tokoh, dari motif yang dimiliki tokoh, bisa muncul sebuah plot (rancangan cerita atau alur cerita). Hal ini kedengarannya seperti sebuah teori psikologi, bahwa seorang tokoh adalah produk lingkungannya. Bagi seorang penulis, teori yang mengunggulkan pentingnya sebuah lingkungan akan lebih baik daripada teori yang mengabaikan hal itu. sebab tanpa adanya tempat dan berbagai tindakan yang mempengaruhi sosok si tokoh, tak akan ada jalinan antara berbagai peristiwa.

Sebuah contoh mungkin akan memberikan gambaran bagaimana rumus yang dikemukakan Josip Novakovic bisa berhasil, seperti dalam cerpen Nyanyian Anak Jalanan karya Gola Gong.

Suara kereta api listrik bergemuruh memasuki stasiun kereta api Gambir. Orang-orang yang lusuh bau keringat berhamburan keluar dari setiap gerbon; bergegas seperti takut tak kebagian rezeki atau khawatir tidak sampai ke rumah. kaki-kaki lalu-lalang minta di beri jalan. Sepertinya, jika ada yang menghalangi, kaki itu tak segan-segan menabraknya. Semua bergegas; seiring dengan harga sembako yang saling berkejaran dengan suhu politik negeri ini.

Paragraf di atas yang menjadi awal cerita memberikan gambaran sebuah tempat—stasiun kereta Gambir. Sekarang coba lihat paragraf berikut.

Tapi di antara kaki-kaki yang bergegas itu, di taman sebelah barat stasiun Gambir, Ipul seperti tidak terganggu. Bocah cilik berumur 12 tahun itu berbaring di rumput. Kepalanya berbantalkan kotak semir sepetunya. Dia memainkan harmonikanya. Sahabatnya yang lebih muda 2 tahun, Aking, yang telah memilih jadi pengemis cilik di Jakarta, menyanyi. Suaranya merintih merindukan kampung halaman.

Latar stasiun Gambir telah mengantarkan kita pada dua orang tokoh cerita, Ipul dan Aking—penyemir sepatu dan pengemis cilik. Kedua tokoh ini tentunya memiliki latar belakang sehingga mereka bisa berada di tempat itu. Dan latar belakang inilah yang kemudian menjadi motif yang memunculkan sebuah konflik, membentuk sebuah plot.

“Kalau mau skripsinya bagus, saya punya cerita hebat, Mbak! Tentang mafia anak-anak jalanan!” kata Ipul menyadarkan Nabila dari lamunannya.
Nabila tidak percaya sambil menatap Aking.
Aking mengangguk mengiyakan. “Iya, Mbak! Saya sendiri pernah luka ditempeleng sama si Brewok. Bahkan si Parto suka di-bo’ol-in!” tambah Aking.
“Di-bo’ol-in?” Nabila bergidik mendengarnya. Hal ini memang sudah jadi rahasia umum, bahwa anak-anak jalanan itu menjadi alat pemuas nafsu lelaki-lelaki yang menampung mereka. Sodomi atau homoseksual bisa jadi berawal dari sini dan dari mereka. Kisa Robot Gedek yang suka menyodomi anak kecil serta membunuh dengan menyobek bagian perut korbannya adalah yang paling sensasional dikunyah-kunyah media massa di penghujung abad 20 ini! Lagi-lagi Nabila beristigfar berkali-kali.

Dengan mengambil latar cerita anak jalanan Gola Gong membangun plot ini: Ipul pergi meninggalkan Solo karena orangtuanya tak mampu lagi membiayai sekolah, sedang Aking, pergi ke Jakarta karena kampungnya ditenggelamkan oleh Waduk Kedungombo. Tetapi sesampainya di Jakarta, mereka harus berhadapan dengan mafia-mafia anak jalanan.

Hal penting yang perlu diingat, latar adalah sesuatu yang menjadi landasan suatu cerita yang memberi pijakan secara konkret dan jelas. Latar berguna untuk memberi kesan realistis/nyata pada pembaca dan memudahkan untuk mengaktualisasikan dirinya ke dalam cerita.
Latihan:
Sebelumnya kita telah mensintesa seorang tokoh dan sedikit menggambarkannya. Sekarang cobalah terjunkan ia ke dalam sebuah latar yang tentunya memiliki korelasi yang kuat dengan tokoh tersebut. Gambarkanlah latar dengan baik sehingga berbagai aspeknya (ruang, waktu, suasana, sosial) dapat diidentifikasi oleh pembaca. Semaksimal mungkin buat semuanya realistis/nyata. Jika ia bercerita tentang pesta, buat pembaca merasakan riuhnya. Jika ia bercerita tentang kesedihan, buat pembaca menangis. Jika itu cerita misteri, buat pembaca ketakutan dan penasaran. Selamat mencoba.


Konflik

Oleh : Lilih Muflihah


Konflik merupakan bumbu dalam sebuah cerita. Jika kita dapat meracik bumbu tersebut secara pas dan tepat maka cerita itu akan terasa lezat. Bahkan untuk membangkitkan selera pembaca kita bisa memberikan konflik di awal cerita karena konflik dapat menghidupkan suasana.

Wellek & Warren dalam bukunya Teori Kesusastraan mengatakan, konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan dialami oleh tokoh-tokoh cerita yang, jika tokoh-tokoh itu memiliki kebebasan untuk memilih, mereka tak akan memilih peristiwa itu tidak menimpa dirinya. Konflik merupakan sesuatu yang dramatik, pertarungan atau pertentangan antara dua hal yang menyebabkan terjadinya aksi dan reaksi. Baik pertentangan fisik atau pertentangan yang terjadi di dalam batin manusia.

Stanton dalam An Introduction to Fiction membedakan konflik menjadi dua, yaitu konflik eksternal dan konflik internal.
a. Konflik Eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya. Konflik eksternal dibagi lagi menjadi konflik elemental dan konflik sosial. Konflik elemental merupakan konflik yang terjadi akibat perbenturan antara manusia dengan alam. Misalnya saja konflik yang timbul akibat adanya banjir besar, kemarau panjang, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Sedangkan konflik sosial terjadi disebabkan adanya kontak sosial antarmanusia, atau masalah yang muncul akibat adanya hubungan sosial antarmanusia. konflik sosial bisa terjadi antara manusia lawan manusia atau manusia lawan masyarakat. Misalnya saja berupa masalah penindasan, peperangan, penghianatan, pemberontakan terhadap terhadap adat lama dan lain sebagainya.

b. Konflik Internal adalah konflik yang terjadi di dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita. Pertentangan yang terjadi di dalam diri manusia. Manusia lawan dirinya sendiri. Misalnya saja konflik yang terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan dan masalah-masalah lainnya.
Konflik juga dapat meliputi:
1. Konflik fisik: misalnya titik tekan pada keadaan tokoh. Konflik ini bisa berupa konflik pribadi dengan pribadi atau konflik pribadi dan masyarakat.
2. Konflik batin: biasanya masalah pada diri tokoh sendiri, misalnya rasa kecewa, sakit hati karena dikhianati, dll.

Latihan:
1. Pada pertemuan yang sebelumnya kita telah mensintesa dan menerjunkan tokoh dalam sebuah latar. Sekarang cobalah rumuskan konflik eksternal yang akan dihadapi tokoh yang kita buat dalam cerita. Gunakanlah aspek fisik maupun batin.
2. Setelah berhasil meramu konflik eksternal, mari pertajam kemampuan kita dengan meramu konflik internal. (Ketentuan sama dengan sebelumnya)

Konflik-konflik tersebut dapat terjadi pada waktu yang bersamaan atau terpisah. Kepiawaian membangun konflik akan menentukan menarik tidaknya cerpen untuk dibaca. Untuk itu, penulis harus dapat menempatkan posisi dan mampu empati serta ikut terlibat dalam membangun emosi tokoh.

Konflik dapat dibangun melalui:
a. Dialog
Dialog harus memberi kontribusi pada cerita. Ia harus bisa menggambarkan, menyampaikan konflik cerita sehingga jika dialog tersebut hilang maka akan mempengaruhi cerita.

b. Suasana
Agar cerita lebih dramatis, sisipkan konflik dalam suasana lingkungan dan suasana hati tokoh. Misalnya ketika kita bercerita tentang seseorang yang ingin balas dendam. Kita bisa menunjukkan obsesi dan kebencian si tokoh hingga pembaca merasakan emosi tokoh tersebut. Hal tersebut bisa dilakukan lewat ucapan, pikiran, pengingat fisik juga latarnya.
c. Sudut pandang
Dalam setiap tulisan penulis bisa memakai sudut pandang untuk memunculkan konflik. Misalnya ketika kita memakai sudut pandang orang pertama tunggal maka, kita akan masuk ke dalam tokoh aku untuk membuat konflik. Selain itu agar konflik meninggi dapat memakai sudut pandang orang lain.
d. Penokohan.
Sebagian besar karangan, baik fiksi maupun nonfiksi adalah orang, tentang orang. Jadi penting sekali membuat orang yang berbeda dengan orang-orang yang ditulis pengarang lain. Salah satu caranya adalah dengan memberikan ciri khas yang unik pada orang tersebut. Dengan keunikan dan ciri khas tersebut konflik, aksi dan ketegangan akan muncul dengan sendirinya. Selain itu cara berpikir, pengalaman buruk, kebiasaan dan psikologis tokoh juga dapat menjadi karakter yang khas.

Berikut beberapa contoh konflik:

Guru Isa mengangkat kepala dan meletakkan pena dan potlot di meja. Ia telah selesai memeriksa buku-buku pelajaran murid-muridnya. Buku-buku tulis itu disusunnya baik-baik ke dalam laci mejanya. Ketika tangannnya memasukkan buku-buku, matanya melihat bungkusan buku-buku tulis baru, lima puluh buah sebungkus dan ada empat bungkus lagi tinggal. Guru Isa menajamkan telinganya. Sekolah itu sepi, guru-guru lain sudah pulang. Dia merasa kepalanya agak pusing. Ada yang membawa pekerjaan mereka diselesaikan di rumah. Buku tulis mahal di luar. Dan di rumah uang telah habis. Jika diambilkannya sebungkus, tidak ada orang yang tahu. Rasa malu menjalar ke dalam hatinyaketika pikiran ini melintas dibenaknya.
(Jalan Tak Ada Ujung, Mochtar Lubis)

Akan tetapi biarpun begitu, aku tidak selamanya menyetujui segala uraiannya. Apalagi, ketika Rusli menguraikan bahwa agama dan Tuhan adalah ciptaan manusia sendiri, hasil atau akibat dari sesuatu keadaan Tuhan adalah ciptaan manusia sendiri, hasil atau akibat dari sesuatu keadaan masyarakat dan susunan ekonomi pada suatu zaman.
Hatiku berontak, ketika Rusli menguaraikannya hal itu, tapi entahlah, aku tidak mau mendebatnya, seakan-akan sudah ada prasangka padaku, bahwa jika pun aku mendebatnya, Rusli toh sudah bersedia dengan jawabannya. Pun juga oleh karena berkali-kali Rusli menegaskan, bahwa “kita harus pandai meneropong soal-soal hidup itu dengan akal dan pikiran yang bebas lepas. Pikiran dan penglihatan kita tidak boleh dikaburkan oleh fanatisme atau dogma. Apalagi perasaan takut yang bukan-bukan.”
(Atheis, Akhdiyat Kartamiharja)

“Itu benar, Han” Tapi pada segala pekerjaan ada batasnya. Maka adalah pekerjaan atau perbuatan yang luar biasa, yang tiada galib dilakukan orang, sedangkan pekerjaan yang disangka mengganggu kesenangan orang lain itu pun boleh terjadi akan melanggar peri kesopanan.”
“Kesopanan? Apakah perbuatan kita, duduk berhadapan antara satu meter jaraknya, dibatasi oleh meja teh, di tempat terang dan pada waktu yang lazim dipergunakan orang buat berkunjung-kunjungan, boleh dikatakan melanggar kesopanan?”
“Tidak, hanya ... Engkau bujang, aku gadis, sesama manusia kita telah menetapkan perbagai undang-undang yang tidak tersurat, tapi yang harus diturut oleh sekalian manusia dengan tertib, kalau ia hendak hidup aman di dalam pergaulan orang, yang memakai undang-undang itu.”
“Ah, undang-undang itu, di manakah batasnya .......?
(Salah Asuhan, Abdul Muis)

Latihan:
Sebelumnya kita telah meramu konflik yang akan dialami tokoh-tokoh dalam kisahnya. Eksternal atau pun internal, fisik maupun batin. Sekarang juga kita telah sedikit banyak tahu bagaimana konflik itu dapat dibangun dalam sebuah cerita. Cobalah tuliskan konflik yang kita ramu dalam dua atau tiga paragraf.


Sumber Bacaan:
▪ Tulisan Koko Nata tentang Meramu Kisah dengan Bumbu Konflik
▪ Tulisan Denny Prabowo tentang Plot
▪ Tulisan Ika Nurliana tentang Konflik dan Klimaks
▪ Ikhtisar Seni Sastra Oleh Suroso dkk



Tentang Alur

Oleh : Laela Awalia



Pernah tidak teman-teman bertanya, apa sih yang membuat cerita itu tampak hidup dan mengalir? Yuppi! Mungkin, ada yang menjawab tokoh, plot, dialog, tata bahasa atau alur.

Memang, kesemuanya bisa menjadikan sebuah cerita itu hidup dan mengalir jika sang penulis bisa menanganinya dengan tepat dan menarik. Bahkan pernah ada yang mengatakan bahwa sebuah cerita itu dibangun dengan tiga hal, yaitu konflik, tokoh dan alur. Jika temen-temen disini sudah bisa menemukan konflik yang akan diangkat, tentu sudah menemukan pula para tokoh yang akan memainkan peran penting dalam cerita itu. Nah, bagaimana dengan alur?

Tapi, btw, tahu tidak apa itu alur? Alur bisa dikatakan sebagai jalan cerita, bagaimana cerita itu dirangkai hingga bisa disajikan dengan bahasa yang mengalir dan terkesan alami tanpa mengada-ada. Dengan kata lain, alur dapat didefinisikan sebagai urutan kejadian dalam membentuk suatu cerita.

Dalam cerita fiksi kita tahu bahwa bangun yang menentukan atau mendasarinya adalah alur. Alurlah yang menentukan sebuah cerita menarik atau tidak. Dan hal penting dari alur ini adalah konflik. Karena konfliklah yang menggerakkan sebuah cerita. Konflik pula yang bisa menyebabkan seseorang menangis, tertawa, marah, senang, jengkel ketika membaca sebuah cerita.

Alur adalah pergerakan cerita dari waktu ke waktu, yang melibatkan tokoh/karakter, konflik, dan latar. Di jurnalistik “Berita selalu mengandung peristiwa dan setiap peristiwa adalah berita.” Jadi, sebuah cerita fiksi tanpa alur/plot pastilah bukan cerita. Alur cerita ini menegaskan bagaimana unsur cerita, tokoh, dan setting itu digunakan dalam tulisanmu secara utuh. Mulai dari halaman awal sampai halaman terakhir. Bahasa mudahnya alur adalah urutan kejadian atau peristiwa-peristiwa yang muncul karena adanya sebab-akibat. Salah satu contoh yang mudah diingat untuk mengerti alur ini adalah:

Peristiwa 1: seseorang meninggal
Peristiwa 2: orang Amerika tak memprotes

Jika hanya ditulis sebagai kalimat: seseorang telah meninggal. Amerika tak memprotes. Apakah pembaca akan puas dengan hanya menerima informasi itu? Tentu tidak. Apakah pembaca bisa mengetahui jalan cerita yang ditawarkan oleh penulis? Juga tidak. Informasi apa saja yang akan didapat oleh pembaca setelah membaca kalimat itu? Sedikit sekali. Maka, kalimat itu tidak bisa dikatakan sebuah alur.

Lalu, bagaimana alur itu? Setiap penulis pasti memiliki perbedaan dalam membuat alur cerita untuk kedua peristiwa diatas. Sebuah contoh misalnya;

Drama maut itu usai pilu. Saya tak percaya, tapi nyata adanya. Tubuh itu dilindas. Tengkorak itu retak. Ia menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit Najar. Tragedi. Saya mencatatnya dalam opini berjudul Orbituari Rachel Corrie. Tragedi telah dibentuk oleh berita pagi. CNN. Sayang sekali, di seantero Amerika Serikat tak terdengar sedikitpun gemuruh protes orang-orang Amerika yang mengikuti jenazahmu. (Arlen Ara Guci dalam “Gadis Timur Laut”)

Nah, dengan membaca paragraf itu, maka pembaca bisa mendapat informasi penting yang memang sejak awal ingin disampaikan oleh penulis. Pembaca dapat mengetahui bagaimana jalan cerita dari awal hingga akhir. Itulah alur.

Latihan:
Nah, sekarang kita akan coba membuat alur sederhana ya! Hm, lebih mudahnya cobalah tuliskan beberapa peristiwa seperti contoh di atas. Bisa dua atau tida peristiwa. Kemudian pikirkan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut saling berhubungan. Apa sebab-akibatnya. Kalau sudah dapat gambarannya, segera tulis, ya! Ntar keburu hilang lagi lho...

Menurut sang ahli dalam tulis-menulis, alur memiliki banyak macamnya. Ada yang membagi alur menjadi:
• Alur maju (progresif) atau Episodik
Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang bersifat kronologis. Artinya peristiwa-peristiwa terjadi secara berurutan dari segi waktu, tempat atau hirarkis dan disusun berdasarkan urutan sebab akibat. Cerita di mulai pada tahap awal, tengah, dan akhir.

Kalau mau pakai contoh, praktisnya alur maju seperti ini, misalkan seorang mahasiswa yang tiba-tiba tahu bahwa orang tuanya selama ini bukan orang tua kandungnya, ia memutuskan mencari orang tua kandungnya, mengalami beberapa peristiwa di tengan pencariannya, menemukan orang tua kandungnya itu, dan menerima keduanya, baik orang tua kandung maupun orang tua tiri, sebagai orang tuanya.
Kalau pakai skema, contoh di atas seperti ini:
A ---- B ---- C ---- D ---- E

Contoh:
Seorang murid pindahan yang lumayan cantik sedang celingak-celinguk di koridor sekolah beberapa saat setelah bel berdentang. Koridor sudah sepi, tak ada murid lagi. Semua sudah masuk kelas. Lalu dari sebuah kelas yang ruangannya berada di lantai bawah dan dekat pintu keluar, muncul seorang cowok yang hendak berjalan menuju ruang kepala sekolah. (Boim Lebon dalam “Jangan Panggil Dia Lilis”)

• Alur mundur atau kilas balik (flashback)
Sementara alur balik (flash back) cerita tidak menurut aturan kronologis waktu. Peristiwa-peristiwa yang disusun berdasarkan akibat sebab, waktu kini ke waktu lampau. Alur flash back ini memungkinkan cerita dimulai bisa dari sebagian tahap tengah atau tahap akhir, baru ke tahap permulaan, menceritakan kembali sebagian tahap tengah, dan akhir cerita. Misalnya, masih gagasan cerita di atas, cerita di mulai dari peristiwa di mana orang tua kandung tersebut menitipkan anaknya kepada satu keluarga, lalu cerita beranjak ke beberapa tahun mendatang saat mahasiswa itu mengetahui bahwa orang tuanya selama ini bukan orang tua kandung, ia memutuskan mencari orang tua kandungnya, mengalami beberapa peristiwa di tengan pencariannya, menemukan orang tua kandungnya itu, menjelaskan mengapa mereka menitipkannya, dan tetap menerima keduanya, baik orang tua kandung maupun orang tua tiri, sebagai orang tuanya.
Nah, skema alur balik seperti di bawah ni:
D1 ---- A ---- B ---- C ---- D2 ---- E

Contoh:
Waktu itu aku sedang menyusun lego-lego kami, ketika terdengar salam dari depan pintu kelas. Aku tak beranjak karena Bunda Dewi lebih dahulu menyambut tamu tak diundang itu. Namun, tak urung aku melongok. Seketika jantungku berdetak lebih cepat dua kali lipat. Aku melihatnya disana, di depan pintu, berdiri gagah menggemaskan. Meskipun hanya dengan kaos lusuh berwarna biru yang sudah pudar. Aku berdiri mendekatinya pelan-pelan. Ku tatap sandal jepitnya...
(Jamastuti dalam “8 Februari”)

• Alur gabungan
Peristiwa-peristiwa yang ada disusun secara campur antara sebab akibat dengan akibat
sebab, waktu kini ke waktu lampau dan waktu lampau ke waktu kini Mungkin saja skema ceritamu jadi seperti ini;
A ---- E1 ---- B ---- C ---- D ---- E2
A ---- C1 ---- B ---- C2 ---- D ---- E
A ---- B1 ---- D1 ---- C ---- B2 ---- D2 --- E
Skema ini bisa jadi kombinasi apa saja, tergatung sejauhmana imajinasi dan daya kreatifitasmu mengolah ide atau gagasan ke dalam bentuk cerita. Tidak ada aturan baku yang mengharuskan kamu harus memilih bentuk seperti ini dan tidak boleh menggunakan bentuk yang lain. Yang jelas semua karya fiksi memiliki alur cerita. Semua, sekali lagi, tergantung imajinasi dan kreatifitasmu.

Contoh:
Aku kembali merebahkan badan di atas dipan. Sebenarnya aku tak tahu banyak tentang Cut Dini. Aku belum begitu lama mengenalnya. Orang-orang bilang ia anggota …apa itu … LSM? Juga aktivis masjid. Ia kembali ke Aceh setelah tamat kuliah di Jakarta. Dan … cuma dia, di antara para tetangga, yang sudi berteman denganku. Ia memberiku makan, memperhatikanku, menceritakan banyak hal. Aku senang sekali.
Dulu, setelah keluargaku dibantai dan aku dicemari beramai-ramai, aku seperti terperosok dalam kubangan lumpur yang dalam. Sekuat tenaga kucoba untuk muncul, menggapai-gapai permukaan. Namun tiada tepi. Aku tak bisa bangkit, bahkan menyentuh apa pun, kecuali semua yang bernama kepahitan. Aku memakan dan meminum nyeri setiap hari. Sampai aku bertemu Cut Dini dan bisa menjadi burung. Segalanya terasa lebih ringan.
Tetapi tetap saja aku senang berteriak-teriak. Aku melempari atau memukul orang-orang yang lewat. Hingga suatu hari orang-orang desa akan memasungku. Kata mereka aku gila! Hah, dasar orang-orang gila! Cut Dini-lah yang melarang. Cut Dini juga yang mengingatkanku untuk mandi dan makan. Ia menyisir rambutku, mengajakku ke dokter, ke pengajian, atau sekedar jalan-jalan.
"Baju yang koyak itu jangan dipakai lagi," kata Cut Dini suatu ketika.
"Aku suka," kataku pendek. "Ini baju yang dijahitkan Mak. Aku memakainya ketika orang-orang jahat itu datang."
(Helvy Tiana Rossa dalam “Jaring-Jaring Merah”)

Nah, manakah yang lebih unggul dari 3 jenis alur itu? Untuk para penulis pemula, sebaiknya mencoba alur maju (progresif) dulu, karena itu lebih mudah, sesuai dengan kronologi cerita. Kita juga tidak susah memikirkan transisi waktunya. Hanya hati-hati, jika kita tidak piawai mengolah diksi (pemilihan kata) dalam narasi, deskripsi, dan dialog pasti akan membosankan. Kata-kata yang kita rangkai akan menjadi kalimat kosong tak bermakna. Hal ini bisa diakali dengan membuat kejutan-kejutan kecil melalui adegan (action) dalam tulisan. Dengan begini pembaca yang hampir beralih ke topik lain bisa kita gaet lagi untuk meneruskan membaca tulisan kita.

Sedangkan untuk alur mundur, harus memperhatikan transisi waktu, dan latar belakang konflik harus kuat. Ini karena pembaca sudah disuguhi ending atau bagian terakhir tulisan. Biasanya ini menarik perhatian, seperti ada rahasia besar yang ingin kita temukan jawabannya. Alur mundur ini saya sarankan bagi penulis-penulis yang sudah terbisa dengan format/struktur karangan yang konvensional (pengenalan karakter/masalah, konflik, pemecahan masalah/ending). Nah, jika sudah terbiasa itu, kita tinggal meletakn ending di awal cerita, lalu ada flash back pengenalan masalah/karakter dan seterusnya. Ini juga gampang-gampang susah. Gampangnya, kita punya banyak kesempatan untuk mengolah dan menjebak pembaca kita pada sebuah misteri, sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Jika kita piawai, biasaya pembaca akan terkecoh setelah membaca ending ceritanya. Lho, ternyata ini cerita masa lalu si tokoh.

Nah, kalau sudah tahu tentang alur, kira-kira ide ceritamu mau menggunakan alur cerita seperti apa. Tidak ada kekurangan dan kelebihan di masing-masing alur. Alur cerita hanya membantu kronologis terjadinya perisiwa dalam ceritamu.

Menurut Ahmadun Yosi Herfanda (Redaktur Sastra/Budaya Republika) alur dibangun oleh:
- narasi
Narasi itu penggambaran dinamis, gerak (action) tokoh-tokohnya, benda-benda yang menjadi penyebab atau akibat aksi para tokoh cerita
- deskripsi
Deskripsi penggambaran suasana yang statis, cenderung tetap, seperti suasana alam di pagi hari, ruang tamu yang rapih, atau sekolahan kita yang lengang saat jam belajar.
- Dialog
Dialog adalah kata-kata yang diucapkan oleh para tokoh yang kita buat. Ada dialog lahir (terucapkan), ada dialog batin (tidak terucapkan).
- aksi/laku (action)

Nih, ada sedikit kiat untuk membuat alur ceritamu menarik:
Jangan buat alur yang terlalu datar. Pembaca biasanya menyukai cerita yang dinamis, yang penuh riak, penuh konflik. Jadi, di dalam menulis cerita, upayakan agar di setiap halaman ada hal-hal baru, atau ada masalah baru, dan sebagainya. Lalu pada akhir, ciptakan sebuah adegan yang bisa membuat pembaca terkesan, misalnya ending yang menggantung dsb.

Fokuslah pada satu alur cerita sesuai dengan tema yang sudah ditetapkan sebelumnya. Karakter tambahan, sejarah, latar belakang, dan detail lainnya sebaiknya memperkuat alur cerita ini. Percabangan alur cerita mutlak harus dihindari.

Pastikan bahwa alur Anda lengkap, artinya harus ada pembukaan, pertengahan cerita dan penutup. Akan tetapi, Anda juga tidak perlu terlalu berlama-lama dalam membangun cerita, sehingga klimaks atau penyelesaian cerita hanya muncul dalam satu kalimat, dan membuat pembaca merasa terganggu dan bingung dalam artian negatif, bukannya terpesona. Jangan pula membuat “twist ending” (penutup yang tak terduga) yang dapat terbaca terlalu dini, usahakan supaya pembaca tetap menebak-nebak sampai saat-saat terakhir. Jika Anda membuat cerita yang bergerak cepat, misalnya cerita tentang kriminalitas, jagalah supaya paragraf dan kalimat-kalimat Anda tetap singkat. Ini adalah trik untuk mengatur kecepatan dan memperkental nuansa yang ingin Anda sajikan pada pembaca.

Latihan:
Sekarang latihan buat alur yang sedikit lebih komplek yuk. Tuliskan suatu cerita apa saja menggunakan salah satu jenis alur di atas. Cerita bisa dari pengalaman sendiri, pengalaman orang lain atau imajinasi sendiri. Ok?



Gaya Bahasa

Oleh : Lilih Muflihah


Gaya bahasa merupakan pernyataan perasaan dan pikiran dalam bahasa dengan berbagai cara tertentu. Setiap orang akan berbeda cara menyatakan perasaan dan pikirannya meski objeknya sama. Misalnya ketika melihat Candi prambanan, ada yang menyatakan keindahannya misalnya “Sungguh, kau telah menahan empasan kala, tegak berdiri indah permai.” Atau dengan menyatakan “Bukan main indahnya candi ini!”

Cara menyatakan perasaan dan pikiran dalam bahasa ini ada beberapa macam, antara lain gaya kiasan, inversi, repetisi, klimaks, antiklimaks, sarkasme, dan sebagainya.

1. Gaya kiasan
Perbandingan yang digunakan untuk menyatakan perasaan dan pikiran disebut kiasan.
Gaya kiasan terbagi menjadi:
a. Kiasan tidak langsung atau disebut juga perumpamaan, kiasan yang menggunakan kata-kata seperti, laksana, bagaikan, ibarat, umpama.
b. Kiasan langsung yang terbagi lagi menjadi:
- Kiasan hubungan persamaan
Yaitu menyatakan adanya hubungan kesamaan dengan yang dikiaskan. Kiasan ini meliputi:
- Peribahasa
Kiasan yang dinyatakan dengan kalimat pendek.
Contoh: Kecil bernama, besar bergelar.
- Pepatah
Pernyataan pendek yang mengandung kebenaran.
Contoh: Setali tiga uang.
- Tamsil
Kiasan yang berima berirama.
Contoh: Kecil-kecil cabe rawit.
- Metafora
Kiasan persamaan dengan menggantikan secara langsung sifat atau keadaan benda yang diganti dengan penggantinya.
Contoh: Darahnya mendidih saat melihat kakaknya dipukuli orang.
- Personifikasi
Kiasan dengan menyatakan benda mati sebagai makhluk hidup.
Contoh: Bintang mengintip.
- Hiperbola
Menyatakan sesuatu dengan cara berlebihan.
Contoh: Keringatnya menganak sungai.
- Litotes (ungkapan pelembut)
Menyatakan sesuatu dengan nada melemahkan. Mempersamakan dengan cara yang lebih sederhana/ lemah.
Contoh: Aku hanya ingin menyampaikan sepatah-dua patah kata.
- Kiasan hubungan menukar yang meliputi:
- Metonomia
Mengganti nama yang ada hubungannya dengan nama yang sebenarnya 9yang digantikan)
Contoh: Ia hanya bisa terdiam saat mengetahui partainya kehilangan dua kursi.
- Ironi (sindiran)
Mengatakan sebaliknya dari yang dimaksud sebenarnya dengan maksud menyindir.
Contoh: Baik sekali engkau selalu mengingkari janji.

2. Inversi (susunan balik kalimat)
Mengubah susunan kalimat yang biasanya di muka diletakkan di belakang.
Contoh:
Puas hatiku melihatnya berlari
mati ikan karena umpan

3. Repetisi
Mengulang-ulang bagian kalimat atau sebuah kata untuk memnatapkan maksud.
Contoh:
Kita Harus bersatu, bersatu, seperti bersatunya lima jari dalam kepalan.

4. Klimaks
gaya bahasa klimaks menyatakan sebuah pikiran dengan kata-kata yang mengandung arti makin meningkat (memuncak).
Contoh:
Setiap orang yang tahu politik akan mengerenyutkan kenimgnya karena khawatir, karena marah, karena dendam
Badannya lumpuh, lemah. Hidupnya sengsara, papa!

5. Antiklimaks
Kebalikan klimaks, antiklimaks pernyataan yang diungkapkan makin lama makin menurun.
Contoh:
Sekalian pujangga yang ternama, yang baru ternama, yang bakal ternama telah saya temui

6. koreksi
Menyatakan sesuatu dengan mengemukakan yang kurang betul kemudian dibetulkan untuk menarik perhatian.
Contoh:
Ia datang sendiri ke mari. Tidak, ia datang bersama kawannya.

7. Antitese
Menggunakan paduan kata yang berlawanan artinya.
Contoh:
Republik ini telah mengalami gelombang pasang, gelombang surut, gelombang naik, dan gelombang turun.

8. Pleonasme
Menggunakan kata sebagai penjelas yang sebenarnya sudah cukup jelas.
Contoh:
Bintang kecil di langit yang biru.

9. Sarkasme
Menggunakan kata ejekan yang menusuk perasaan.
Contoh:
Dasar mental cecunguk, tidak segan-segan mengorbankan temannya.

10. Paradoks
Mengemukakan dua pengertian yang bertentangan sehingga sepintas lalu tidak masuk akal, sekalipun sebenarnya dapat diterima.


Contoh:
Aku merasa sepi hidup di kota yang ramai ini.

11. Tautologi
Menggunakan kata dalam satu kalimat yang hampir sama artinya.
Contoh:
Sudah jelas, terang kentara, masih bertanya pula.

12. Poronomasia
Mempergunakan kata dalam kalimat yang mengandung pengertian yang bermacam-macam.
Contoh:
Liriknya menyentuh perasaan kami.
Kalimat itu dapat berarti lirik dalam puisi atau lirik dimaknai sebagai kerling mata yang tajam.

13. Preterito
Menyatakan sesuatu dengan menyembunyikan atau merahasiakan yang dimaksud dalam pernyataan.
Contoh:
Tidak usah kukatakan karena tidak pantas didengar orang banyak.

Latihan:
Buatlah suatu cerita singkat yang menggunakan dua gaya bahasa yang berbeda dengan satu objek cerita yang ditentukan sendiri.

Bahan Bacaan:
- Ikhtisar Seni Sastra Oleh Suroso dkk
Membuka dan Menutup
Dengan Apik

Oleh: Dessy Ariya Utami

Mengolah pembuka Yang menakjubkan

Setelah judul, bagian pembuka adalah kesan atau ungkapan yang pertama kali kamu tunjukkan pada pembaca, sebagaimana psikologi sosial yang sudah kita ketahui menyatakan bahwa kesan pertama seringkali merupakan hal yang terpenting, sementara kesan lain bisa mengendap, (tapi bisa saja kesan akhir menyerupai kesan pertama). Oleh karena itu banyak penulis berusaha menciptakan pembuka yang memukau.

Walaupun memang penting membuat baris pertama yang menarik, pembuka haruslah bisa memberikan lebih daripada ”kombinasi yang brilian” maka perkenalkanlah tokoh, tampilkan tempat dan waktu yang menjadi fokus ceritamu, dan munculkan pertanyaan, komplikasi masalah atau krisis yang harus pembaca ikuti –sesuatu yang membangkitkan rasa penasaran sehingga pembaca ingin terus membacanya-

Mari kita bereksperimen membuat paragraf pembuka dengan menggunakan cara-cara berikut:

1.Setting

Di pegunungan yang sejuk di Sumberjaya –sebuah kecamatan di kabupaten Lampung Barat- kira-kira di tengah-tengah jarak antara pesantren dan simpang tugu, berdirilah sebuah rumah yang cukup besar, kukuh dan berwarna putih kapur. Beraneka pohon mangga dan alpukat memberikan keteduhan di halaman rumah itu, dan didepannya terhampar pegunungan yang memeona. Belakangan ini, rumah tersebut ramai dikunjungi orang-orang kota yang parlente...”

Pembuka ini menampilkan sebuah pentas dan menggugah harapan kita –orang dari kalangan atas akan muncul dicerita ini untuk bermain peran-

Latihan: Satu paragraf. Tulislah sebuah pembuka dengan memanfaatkan setting yang sudah kamu kenal dengan baik.

Tujuan: Membuat pembaca ceritamu tahu dimana ia berada dan sudah di antisipasi tentang pemain yang akan muncul, walau belum pasti.

2.Gagasan

Jika kamu membuka cerita dengan sebuah gagasan, kamu kemungkinan akan mengambil resiko –terlalu pintar, kering dan terlau esai- namun paragrap ini sering digunakan oleh penulis yang menggunakan sudut pandang orang pertama (baca sub sudut pandang)

Jika hidup ini seumpama rel kereta api dalam eksperimen relativitas Einsten, maka pengalaman demi pengalaman yang menggempur kita dari waktu ke waktu adalah cahaya yang melesat-lesat di dalam gerbang di atas rel itu. Relativitasnya berupa seberapa banyak kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang melesat-lesat itu... (Lelaki Zenit dan Nadir – Andrea Hirata)

Latihan:Coba buat satu paragraf dengan gagasan pemikiranmu yang dipadu dengan teori ilmuwan, misalnya dengan menggunakan teori gravitasi, teori phytagoras, dll

Tujuan: Untuk menciptakan paragraf pembuka yang kesannya pintar.

3. Sensasi Yang Kuat

Musim dingin. Inilah yang kulakukan setiap tahun, saat hujan salju pertama jatuh kebumi. Aku keluar rumah pagi-pagi sekali, masih mengenakan piama, melipatkan kedua tangan didada untuk menahan dinginnya udara. Aku mendapati jalan masuk kerumahku, mobil ayahku, pagar tembok, atap, dan perbukitan diselimuti salju sedalam satu kaki...(The Kite Runner- Khaled Hosseini)

Latihan:Buatlah satu paragraf dengan sensasi yang kuat, misal: saat perang, suasana tahun 1945 saat kemerdekaan, saat bunga sakura mekar, saat berada diatas kapal, dll.

Tujuan: Untuk menguatkan pembuka ceritamu dengan memasukkan sensasi yang kuat, yang akan membuka jalan mulus bagi khayalan pembaca untuk memasuki cerita kamu.

4. kebutuhan atau Motif

Jam kerja dari pagi sampai sore merupakan saat-saat membahagiakan bagi Darun. Sebab pada saat itulah dia memperoleh secuil penghormatan. Semua karyawan dan tamu yang akan masuk ke gedung kantor pasti menyapanya. (Kantor – Arman Az)

Pada pembuka diatas kita langsung tahu bahwa tokoh cerita akan merasa bahagia pada pagi sampai sore hari, saat ia menerima penghormatan, tapi kita belum tahu apa pekerjaannya bukan?

Latihan:Satu paragraf.tulislah pembuka yang bisa memicu para tokoh dan pembaca pada
kebutuhan yang pasti. Buat kebutuhan itu menjadi cepat dikenali.

Tujuan: Agar paragraf pembuka ceritamu efektif dan menyatakan keinginan para tokoh ceritamu.

5. Aksi

Derma Gunawan mendadak shock. Tubuh gembulnya limbung ke lantai, satu tangannya mencengkeram dada kiri, seolah tak ingin kehilangan sesuatu dari sana. Mata dan mulutnya membuka lebar. Keringatnya tak lagi mengalir satu-satu. Ada sisa suara yang dicobanya untuk keluar. Tapi nihil, kalimat pendek yang putus-putus itu memang tak diizinkan untuk terlontar. Wajahnya memucat dan sedetik kemudian erangannya pecah beriring jeritan istrinya. (Sesaat Derma –Laela Awalia)

Latihan: Tulislah sebuah paragraf tentang cerita koboi, dengan sebuah aksi aneh yang melibatkan beberapa binatang yang sedang panik.

Tujuan: Membuat pembuka yang aktif dengan suatu aksi yang sedang berlangsung, karena pada dasarnya mata kita bisa dengan cepat mengenali adanya gerakan. Sehingga paragraf aksi lebih mudah mendapatkan perhatian pembaca.

6. Benda Simbolis

Mataku tak lepas memandang ke arah Nur, bukan karena ia jadi pengantin. Bukan! Bukan pula karena kini ia terlihat lebih cantik – karena rias pengantin yang berlebihan- bukan itu! Yang kulihat adalah beberapa untaian melati yang menjulur keluar dari sanggulannya. (Melati Pengantin – Aciko Zhafira)

Latihan:Buatlah sebuah paragraf dengan menggunakan benda, karena benda membangkitkan berbagai macam pikiran dan pertanyaan.

Tujuan: Untuk membuat pembaca ceritamu bertanya-tanya mengapa kamu mulai dengan benda itu? Apa artinya?

7. Penggambaran Tokoh

Lelaki itu berlumuran nista. Dia berada disekitar bundaran pasar. Lelaki itu berkulit hitam. Namun hitam kulitnya pun sanggup dikalahkan oleh hitam dosa yang melumuri hati dan pikirannya. Aku yakinkan itu. Sosoknya sungguh iblis berwujud manusia. Aku bisa melihat tanduknya dengan sejelas mataku memandang kemiskinan disekitar kami... (Sang Pewaris – Adzimathnur Siregar)

Latihan:Buatlah sebuah paragraf pembuka dengan menggambarkan tokoh ceritamu.

Tujuan:Membuat pembaca ceritamu langsung sampai pada tokoh ceritamu.

8. Pertanyaan

Yuni menghampiri suaminya yang masih berdiri di ambang pintu, “Gimana Bang, sudah ditawarkan?” hanya seulas senyum di bibir suami.

“Kita tidak sedang jual beli. Harus pelan-pelan untuk menjajaki kedua belah pihak. Apakah Indra benar-benar sudah siap,” sambil lalu suaminya masuk rumah. (Taaruf Satu Album – Anfika Noer)

Latihan:Satu paragraf. Tuliskan pembuka dengan mengajukan pertanyaan.

Tujuan: Agar pembaca terus mengikuti ceritamu karena kebanyakan motivasi membaca biasanya berasal dari pertanyaan.

9. Adegan

Permainan kartu sedang berlangsung di kamar Narumov, seorang perwira dalam pasukan penjaga. (The Queen of Spades – Alexander Pushkin)

Latihan:Buatlah sebuah paragraf pembuka, sederhana saja tapi padat dan menunjukkan adegan ceritamu.

Tujuan: Memperkenalkan aksi, setting dan tokoh ceritamu secara bersamaan (sekaligus dalam satu kalimat)

10. Perjalanan

Pagi harinya aku berjalan menelusuri Boulevard menuju Rue Soufflot untuk minum kopi dan makan brioche. Pagi cerah. Bunga-bunga pohon horse-chestnut di taman-taman luxembourg sedang mekar. Ada perasaan menyenangkan diawal pagi pada hari yang panas... (Fiesta – Ernest Hemingway)

Latihan: Coba buatlah satu-dua paragraf tentang sebuah keluarga besar yang tinggal di sebuah kota kecil. Tuntunlah pembacamu kedalam kota itu seakan-akan sedang berada dalam sebuah mobil atau kereta api. Selipkan kutipan-kutipan diparagraf ini.

Tujuan: Menceritakan pengalaman sebuah perjalanan sehingga pembaca merasa sedang
menuju ke suatu tempat dan masuk ke dalam suasana yang kamu tampilkan, plus belajar menggunakan kutipan.

11. Lelucon/ sindiran

Desa Ukleyevo terhampar di dasar ngarai sehingga hanya sejumlah menara berlonceng dan cerobing asap tungku pabrik kapas yang terlihat dari jalan raya dan stasiun kereta apai. Jika ada orang yang lewat menanyakan desa apakah itu, jawaban yang akan diterimanya adalah: “ Itu adalah desa tempat pengurus jenazah menyantap semua kaviar yang disajikan dalam upacara pemakaman.” (In The Ravine – Anton Chekov)

Latihan: Buatlah sebuah paragraf yang menyatakan suasana sebagai lelucon atau sindiran, sehingga pembaca akan tertarik untuk meluncur ke dalam ceritamu.

Tujuan:Untuk membuat pembaca merasa terhibur di awal cerita atau merasa penasaran dengan kalimatmu.


MENGEMAS PENUTUP YANG OKE

Sebagian penulis berpendapat bahwa menulis penutup ternyata lebih sulit daripada menulis pembuka, seperti pernyataan Thomas Fuller yang saya kutip dari Berguru Pada Sastrawan Dunia “Menulis pembuka adalah keahlian yang hebat, tetapi yang lebih hebat lagi adalah keahlian menulis penutup.”

Mengapa? karena pada penutup –khususnya cerpen- segala sesuatu harus pas, pada pembuka, sah-sah saja jika kamu masih belum tahu, apa yang harus cocok dengan ceritamu sehingga semuanya tampak bisa diterima. Pada dasarnya setiap penulis membuat penutup cerita dengan tujuan yang sama yaitu untuk membuat ceritanya menjadi jelas.

Mari kita mencoba berlatih membuat penutup yang oke dengan mengetahui jenis-jenisnya seperti berikut:

1. Penutup Yang Berputar-putar

Suatu Hari nanti, saya munkin akan menceritakan hal yang sebenarnya kepada seseoarng. Saya tahu persis bagaimana saya akan memulainya: serpihan salju seperti menghipnotis saya. Semakin lama saya semakin mengantuk, tetapi harus tetap membuka mata. Bagaimana jika stasiun tujuan saya terlewat dan saya turun di stasiun yang salah, bergegas keluar disambut padang salju yang putih...( My Life as a Dog –Reidar Jonson)

Latihan: Buatlah paragraf penutup dario cerita tentang seorang ayah yang ingin menceritakan kebohongannya kepada anaknya, tetapi sebelum ke inti masalah ia berputar-putar dulu pada kejadian-kejadian lain. Pada umumnya paragraf penutup jenis ini akan kembali pada pembukanya (pembaca seolah-olah tahu bahwa penulis akan mulai bercerita seperti pembuka yang telah dibacanya)

Tujuan: untuk melatih dirimu membuat paragraf yang berputar-putar sekaligus membuat pembuka.

2. Penutup Yang Pas

Aku hanya bisa membalas pelukan ibu yang bicara sambil menangis. Aku buka genggaman tanganku, benarkah karena melati ini? Melati pemberian Nur! Ya, aku baru ingat melati ini pemberian Nur bukan hasil curianku. Bukankah mitos itu mengatakan melatinya harus hasil curian diam-diam dari pengantin? Aku tersenyum menatap langit. Aku tahu Dia lah yang menentukan semua ini, bukan karena sebuah melati pengantin, dan Ibu harus tahu hal ini. (Melati Pengantin – Aciko Zhafira)

Latihan: 1-2 paragraf. Tulislah sebuah penutup yang berupa penyelesaian masalah dari pembuka aksi/simbol (paragraf pembuka no.5 & 6)

Tujuan: berlatih mencocokkan penutup dengan pembuka, dengan cara yang nyata, berkonsentrasi pada sebuah benda sebagai simbol atau sebuah aksi.

3. Penutup Yang Mengejutkan

Sampai di sana semua terhenyak, didapatinya sosok Yani dengan mulut berbusa, yang dilakukannya sungguh diluar dugaan. Setidaknya secepat itu. Ada sosok lain yang mendadak ambruk.
“Apa yang terjadi?” Har minta penjelasan pada Suci.
“Tidak tahu. Tadi Mbak Yan ke kamarku, dan marah atas tindakanku. Dia tanya apakah kali ini aku akan nekat untuk melangkahinya? Aku tak menjawab, aku hanya tanya dia mau pelangkah apa, lalu…” Suci terisak.
“Dia bicara apa?” Sur mendesak adiknya.
“Dia bilang, harus melangkahi… mayatnya!” kini tangis Suci pecah.
“Ini gila!” teriak Sur sangat keras.
(Pelangkah – Anfika Noer)

Latihan: Satu paragraf. Tulislah sebuah penutup yang disengaja bernada gegap gempita/ mengejutkan. Buat tokoh utama berlawanan dengan pikiran awal pembaca.

Tujuan: untuk mendapatkan variasi bercerita, sehingga pembaca terkejut setelah membaca penutup ceritamu.

4. Penutup Yang Memperdaya

Ah, betapa cantiknya dia (istrinya)! Dia meloncat ke depan dengan tangan terbuka. Saat hendak memeluknya, dia merasa pukulan dahsyat menhantam tengkuknya; cahaya putih yang sangat menyilaukan menyambar bagai kilat disekujur tubuhnya dengan suara memekakkan telinga seperti suara meriam – lalu semuanya berubah gelap dan hening! (An Occurence at Owl Creek Bridge – Ambrose Bierce)

Latihan: Buatlah sebuah paragraf penutup, tentang seseorang ahli kode, yang dipaksa panjahat untuk memecahkan kode sebuah brankas atau rekening seseorang agar dapat dipindahkan ke rekening si penjahat tersebut. Tapi ternyata di akhir cerita, rekening tersebut bukan dipindahkan pada rekening penjahat melainkan pada rekening orang itu sendiri. Hal ini tentunya keahlian si ahli kode.

Tujuan : Agar kamu bisa membuat sebuah cerita yang memperdaya pembacamu

5. Penutup Yang Merangkum

Malam itu adalah malam yang sangat bersejarah dan membahagiakan bagi Zul dan Mari. Mereka sepakat untuk menikah secepatnya. Dan dua minggu setelah itu mereka mengikrarkan akad nikah di Sragen. Didesa kelahiran Mari. Selanjutnya mereka hidup bersama dalam kesucian ... (Mahkota Cinta – Habiburahman El Shirazy)

Latihan: Buatlah sebuah ringkasan cerita. Lalu tuliskan paragraf pembuka dan penutupnya dengan bahasamu sendiri.

Tujuan: berlatih membuat penutup yang merangkum seluruh ceritamu yang kamu buat.

6. Penutup Terbuka

Paragraf terbuka adalah paragraf yang membuat pembaca bisa menyimpulkan sendiri ending cerita yang dibuat, menurut persepsi masing-masing pembaca atau biasa disebut paragraf menggantung.

Dengan pandanganku yang payah kulihat sepeda motorku melorot perlahan menuju dasar. Setelah lampunya mati tak kulihat apa-apa. Angin yang menelusupi tubuhku semakin menjadi. Perutku tambah melilit. Aku semakin lemas. Aku mulai tak merasakan apa-apa. Hanya bayang-bayang tatapan pias Ema kemarin malam. Sedang igau Rini tentang seragam sekolahnya menggaung, memantul-mantul di dinding jurang. Semua kemudian semakin kabur lalu lenyap. Perlahan aku mulai tak ingat apa-apa. Aku hanya tahu malam ini hujan. (Kalau Malam Hujan – Angga Adhitya)

Latihan: Satu sampai dua paragraf, ceritakan kematian seorang tokoh dengan menunjukkan perincian pikiran dan persepsi orang itu. Bayangkan bahwa kamu menutup sebuah cerpen yang bercerita tentang hidup yang melelahkan bagi si tokoh.

Tujuan: agar kamu bisa menciptakan penutup dengan gaya tradisional tapi dengan nuansa baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar